TEORI KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF AL-QURAN
(STUDI PERBANDINGAN TENTANG KONSEP KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN TEORI KEPEMIMPINAN DALAM AYAT-AYAT AL-QUR’AN)
Oleh: MUHAMMAD ASRORI ARDIANSYAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan bagian terpenting dari organisasi lembaga pendidikan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin telah menjalankan tugasnya memanej organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut akan menjadi baik pula.
Bagitu pulan halnya dengan kepemimpinan kepala sekolah, ia merupakan faktor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya yang direalisasikan dengan MPMBS. Kepala sekolah dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MPMBS sebagai paradigma baru pendidikan yang dapat memberikan hasil yang memuaskan. Kinerja kepala sekolah dalam kaitannya dengan MPMBS adalah segala upaya yang dilakuakan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam mengimplementasikan MPMBS disekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Melihat penting dan strategisnya posisi kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah harus mempunyai nilai kemampuan relation yang baik dengan segenap warga di sekolah, sehingga tujuan sekolah dan tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur segala sesuatu yang ada di sekolah.
Dalam Islam sendiri, kepemimpinan mendapatkan porsi bahasan yang tidak sedikit. Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan Hadits yang membincang akan pentingnya kepemimpinan dalam sebuah komunitas. Beberapa istilah al-Quran yang terkait dengan kepemimpinan antara lain, khalifah (khilafah), imam (imamah) dan uli al-Amri. Disamping itu disebutkan juga prinsip-prinsip kepemimpinan, yang mana prinsip tersebut harus dimilki oleh seorang pemimpin walaupun tidak secara totalitasUntuk itulah, penulis merasa penting untuk mengaplikasikan teroi-teori kepemimpinan yang terdapat di dalam al-Qur’an tersebut dalam kaitannya dengan kepemimpinan kepala sekolah di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengetian kepemimpinan?
2. Bagaimana konsep kepemimpinan kepala sekolah?
3. Bagaimana teori kepemimpinan kepala sekolah dalam perspektif al-Qur’an?
C. Tujuan Pembahasan
Makalah ini bertujuan untuk menjelskan kembali konsep kepemimpinan kepala sekolah dan mengaitkannya dengan teori-teori kepemimpinan dalam ayat-ayat suci al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Mengenai definisi kepemimpinan, banyak perbedaan pendapat mengenai definisinya. Hal ini disebabkan berbedanya sudut pendang dari masing-masing peneliti, mereka mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Jacobs & Jacques mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.[1]
Sedangkan menurut Tannenbaum, Weschler & Massarik kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu sistem situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapain satu tujuan atau bebrapa tujuan tertentu.[2]
Dari pengertian di atas ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan bersama. Disamping itu jika melihat rumus kepemimpinan yang diajukan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, maka hubungan natara pemimpin dan yang dipimpin tidak harus selalu berada dalam hubungan yang hirarkis.
2. Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsepsi mengenai persaratan kepamimpinan itu harus selalu di kaitkan dengan tiga hal pokok yaitu,
a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, shingga orang mampu “mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pimpinan dan bersedia melakukakan perbuatan-perbuatan tertentu.
c. Kemampuan ialah segala daya, kemampuan, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/ ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.[3]
3. Sifat-Sifat Pemimpin
Penilaian sukses atau atau gagalnya pemimpin antara lain dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas perilakunya. Diantara para penganut teori sifat/ kesifatan dari kepemimpinan (the traitist theory of leadership) adalah Ordway Tead. Menurut Ordway, ada sepuluh sifat-sifat kepemimpinan, yaitu ;
a) Energi jasmaniah dan mental (Psysical and nervous energy)
b) Kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and direction)
c) Antusiame (enthusiasm)
d) Keramahan dan kecintaan (Friendliness and affection)
e) Integritas (integrity)
f) Penguasaan teknis (technical mastery)
g) Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness)
h) Kecerdasan (intelligence)
i) Kepercayaan (faith).[4]
B. Konsep Kepala Sekolah
1. Pengertian Kepala Sekolah
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sangat tergantung pada kepemimpinan kepala sekolah. Karena dia sebagai pemimpin dilembaganya, maka dia harus mampu membawa lembaganya kearah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, dia harus mampu melihat adanya berubahan serta mampu melihat masa depan dalam kehidupan globalisasi yang lebih baik. Kepala sekolah harus bertanggung jawab atas kelancaran dan keberhasilan semua urusan pengaturan dan pengelolaan sekolah secara formal kepada atasannya atau secara informal kepada masyarakat yang telah menitipkan anak didiknya
Kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat diamana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.[5]
Dilembaga persekolahan, kepala sekolah atau yang lebih populer sekarang disebut sebagai ”guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah”, bukanlah mereka yang kebetulan mempunyai nasib baik senioritas, apalagi secara kebetulan direkrut untuk menduduki posisi itu, dengan kinerja yang serba kaku dan mandul. Mereka diharapkan dapat menjadi sosok pribadi yang tangguh, andal dalam rangka pencapaian tujuan organisasi sekolah.
Kepala sekolah adalah sebagai padanan dari shcool principal , yang tugas kesehariannya menjalankan principalship atau kekepalasekolahan. Istilah kekepalasekolahan mengandung makna sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi sebagai kepala sekolah. Penjelasan ini dipandang penting, karena terdapat beberapa istilah untuk menyebut jabatan kepala sekolah, seperti administrasi sekolah (shcool administrator), pimpinan sekolah (shcool leader), manajer sekolah(shcool manajer), dan lain-lain.[6]
Dari penjelasan diatas maka, bisa disimpulkan bahwasanya posisi kepala sekolah akan menetukan arah suatu suatu lembaga. Kepala sekolah merupakan pengatur dari program yang ada di sekolah. Karena nantinya diharapkan kepala sekolah akn membawa spirit kerja guru serta kultur sekolah dalam peningkatan mutu belajar siswa.
2. Fungsi dan Tugas Kepala Sekolah
Kyte (1972) mengatakan bahwa seorang kepala sekolah mempunyai lima fugsi utama. Pertama bertanggungjawab atas keselamatan, kesejahteraan, dan perkembangan murid-murid yang ada di lingkungan sekolah. Kedua, bertanggungjawab atas keberhasilan dan kesejahteraan profesi guru. Ketiga, berkewajiban memberikan layanan sepenuhnya yang berharga bagi murid-murid dan guru-guru yang mungkin dilakukan melalui pengawasan resmi yang lain. Keempat, bertanggungjawab mendapatkan bantuan maksimal dari semua institusi pembantu. Kelima, bertanggungjawab untuk mempromosikan murid-murid terbaik melalui berbagai cara.
Sebagaimana firman Allah
øÎ)ur tA$s% /u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz (
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Al-Baqarah (2) ayat 30.
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwasnya seorang kepala sekolah merupakan amanah, yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT dan kepada manusia (warga sekolah) atas rakyat yang memberi amanah.
Aswarni Sudjud, Moh. Saleh dan Tatang M Amirin dalam bukunya “Administasi Pendidikan” menyebutkan bahwa fungsi kepala sekolah:
1. Perumus tujuan kerja dan pembuat kebijaksanaan (policy) sekolah.
2. Pengatur tata kerja (mengorganisasi) sekolah, yang mencakup: a, mengatur pembagian tugas dan wewenang. b, mengatur petugas pelaksana. c, menyelenggarakan kegiatan (mengkoordinasi).
3. Pensupervisi kegiatan sekolah, meliputi: a. Mengatur kelancaran kegiatan. b. mengarahkan pelaksanaan kegiatan. c. mengevaluasi pelaksaanaan kegiatan. d. membimbing dan meningkatkan kemampuan pelaksana.[7]
Tugas pokok dan fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan adalah:
1. Perencanaan sekolah dalam arti menetapkan arah sekolah sebagai lembaga pendidikan dengan cara merumuskan visi, misi, tujuan, dan strategi pencapaian.
2. Mengorganisasikan sekolah dalam arti mebuat membuat struktur organiasasi (stucturing), menetapkan staff (staffing) dan menetapkan tugas dan fungsi masing-masing staff (functionalizinng)
3. Menggerakkan staf dalam arti memotivasi staf melalui internal marketing dan memberi contoh external marketing.
4. Mangawasi dalam arti melakukan supervisi, mengendalikan, dan membimbing semua staf dan warga sekolah.
5. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan untuk dijadikan dasar peningkatan dan pertumbuhan kualitas, serta melakukan problem “solving” baik secara analitis sistematis maupun pemecahan masalah secara kreatif, dan menghindarkan serta menanggulangi konflik[8].
Sebagai adamisnistrator kepala sekolah mengandung makna sebagai kepala sekolah dengan tugas pokok dan fungsi di bidang administrasian, pimpinan sekolah mengandung makna sebagai kepala sekolah yang menjalankan tugas pokok dan fungsi menggerakkan dan mempengaruhi guru-guru dan staf sekolah untuk bekerja. Manajer sekolah mengandung makna sebagai kepala sekolah dengan tugas pokok dan fungsi proses dan operatif dari keseluruhan aktivitas instituisinya, sedangkan school principal bermakna menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai principalship.[9]
Pada dasarnya tugas kepala sekolah itu sangat luas dan kompleks. Rutinitas kepala sekolah menyangkut serangkaian pertemuan interpersonal secara berkelanjutan dengan murid, guru dan orang tua, atasan dan pihak-pihak terkait lainnya. Bllimberg (1987) membagi tugas kepala sekolah sebagai berikut: (1) Menjaga agar segala program sekolah berjalan sedamai mungkin (as peaceful as possible); (2) Menangani konflik atau menghindarinya; (3) Memulihkan kerjasama; (4) Membina para staf dan murid; (5) Mengembangkan organisasi; (6) Mengimplementasi ide-ide pendidikan
Untuk memenuhi tugas-tugas di atas, dalam segala hal hendaknya kepala sekolah berpegangan kepada teori sebagai pembimbing tindakannya. Teori ini didasarkan pada pengalamannya, karakteristik normatif masyarakat dan sekolah, serta iklim instruksional dan organisasi sekolah.
3. Kualitas Kepala Sekolah Yang Efektif
Kualitas dan kompetensi kepala sekolah secara umum setidaknya mengacu kepada empat hal pokok, yaitu; (a) sifat dan ketrampilan kepemimpinan, (b) kemampuan pemecahan masalah, (c) ketrampilan sosial, dan (d) pengetahuan dan kompetensi profesional.
Dalam kaitannya peningkatan kinerja tenaga kependidikan, dan kualitas sekolah, kepala sekolah profesional seperti disarankan Sellis harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Mempunyai visi atau daya pandang yang mendalam tentang mutu yang terpadu bagi lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik yang ada di sekolah.
2. Mempunyai komitmen yang jelas pada program peningkatan kualiatas.
3. Mengkomunikasi pesan yang berkaitan dengan kualitas.
4. Menjaminkan kebutuhan peserta didik sebagai perhatian kegiatan dan kebijakan sekolah.
5. Menyakinakn terhadap para pelanggan (peserta didik, oranng tua, mayarakat,) behwa terdapat “channel” cocok untuk meyampaiakan harapan dan keinginan
6. Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan.
7. Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul tanpa dilandasi bukti yang kuat.
8. Pemimpin melakukan inovasi.
9. Menjamin stuktur organisasi yang menggambarkan tanggungjawab yang jelas.
10. Mengembangkan komitmen untuk mencoba menghilangkan setiap penghalang, baik bersifar oragnisasional maupun budaya.
11. Membangun tim kerja yang efektif.
Mengembangkan mekanisme yanng cocok untuk melakukan monitoring dan evaluasi.[10]
C. Konsep Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Al-Qur’an
1. Istilah Kepemimpinan dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an banyak membahas masalah kehidupan salah satunya adalah kepemimpinan. Di dalam Al-Qur’an kepemimpinan diungkapkan dengan berabagai macam istilah antara lain khalifah, Imam, Uli al-Amri, dan masih banyak lagi yang lainnya.
a. Khalifah
Dalam Al-Qur’an kata yang berasal dari Kh-l-f ini ternyata disebut sebanyak 127 kali, dalam 12 kata kejadian. Maknanya berkisar diantara kata kerja menggantikan, meninggalkan, atau kata benda pengganti atau pewaris, tetapi ada juga yang artinya telah “menyimpang” seperti berselisih, menyalahi janji, atau beraneka ragam.[11]
Sedangkan dari perkataan khalf yang artinya suksesi, pergantian atau generasi penerus, wakil, pengganti, penguasa – yang terulang sebanyak 22 kali dalam Al-Qur’an – lahir kata khilafah. Kata ini menurut keterangan Ensiklopedi Islam, adalah istilah yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata imamah yang berarti kepemimpinan.[12]
Adapu ayat-ayat yang menunjukkan istilah khalifah baik dalam bentuk mufrad maupun jamaknya, antara lain:
وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة، قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك، قال إني أعلم ما لا تعلمون (البقرة: 30)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
أوعجبتم أن جاءكم ذكر من ربكم على رجل منكم لينذركم واذكروا إذ جعلكم خلفاء من بعد قوم نوح وزادكم في الخلق بصطة فاذكروا آلاء الله لعلكم تفلحون (الأعراف: 69)
Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
وهو الذي جعلكم خلائف الأرض ورفع بعضكم فوق بعض درجات ليبلوكم في ما ءاتا كم ، إن ربك سريع العقاب وإنه لغفور الرحيم (الأنعام: 165)
Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله ، إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد العقاب (ص: 26)
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
هو الذي جعلكم خلائف في الأرض ، فمن كفر فعليه كفره ولا يزيد الكافرين كفرهم عند ربهم إلا مقتا ، ولا يزيد الكافرين كفرهم إلا خسارا (فاطر: 39)
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka.
Dari beberapa ayat tersebut di atas menjadi jelas, bahwa konsep khalifah dimulai sejak nabi Adam secara personil yaitu memimpin dirinya sendiri, dan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam juga mencakup memimpin dirinya sendiri yakni mengarahkan diri sendiri ke arah kebaikan.
Disamping memimpin diri sendiri, konsep khalifah juga berlaku dalam memimpin umat, hal ini dapat dilihat dari diangkatnya nabi Daud sebagai khalifah.
Konsep khalifah di sini mempunyai syarat antara lain, tidak membuat kerusakan di muka bumi, memutuskan suatu perkara secara adil dan tidak menuruti hawa nafsunya. Allah memberi ancaman bagi khalifah yang tidak melaksanakan perintah Allah tersebut.
b. Imam
Dalam Al-Qur’an kata imam di terulang sebanyak 7 kali atau kata aimmah terulang 5 kali. Kata imam dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa arti yaitu, nabi, pedoman, kitab/buku/teks, jalan lurus, dan pemimpin.[13]
Adapun ayat-ayat yang menunjukkan istilah imam antara lain:
والذين يقولون ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما (الفرقان: 74)
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
وإذ ابتلى إبراهيم ربه بكلمات فأتمهن قال إني جاعلك للناس إماما قال ومن ذريتي قال لا ينال عهد الظالمين (البقرة: 124)
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
وجعلناهم أئمة يهدون بأمرنا وأوحينا عليهم فعل الخيرات وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وكانوا لنا عابدين (الأنبياء: 73)
Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah,
ونريد أن نمن على الذين استضعفوا في الأرض ونجعلهم أئمة ونجعلهم الوارثون (القصص: 4)
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)
Konsep imam dari bebrapa ayat di atas menunjukkan suami sebagai pemimpin rujmah tangga dan juga nabi Ibrahim sebagai pemimpin umatnya.
Konsep imam di sini, mempunyai syarat memerintahkan kepada kebajikan sekaligus melaksanakannya. Dan juga aspek menolong yang lemah sebagaimana yang diajarkan Allah, juga dianjurkan.
c. Uli al- Amri
Istilah Ulu al-Amri oleh ahli Al-Qur’an, Nazwar Syamsu, diterjemahkan sebagai functionaries, orang yang mengemban tugas, atau diserahi menjalankan fungsi tertentu dalam suatu organisasi.[14]
Hal yang menarik memahami uli al-Amri ini adalah keragaman pengertian yang terkandung dalam kata amr. Istilah yang mempunyai akar kata yang sama dengan amr yang berinduk kepada kata a-m-r, dalm Al-Qur’an berulang sebanyak 257 kali. Sedang kata amr sendiri disebut sebanyak 176 kali dengan berbagai arti, menurut konteks ayatnya. [15]
Kata amr bisa diterjemahkan dengan perintah (sebagai perintah Tuhan), urusan (manusia atau Tuhan), perkara, sesuatu, keputusan (oleh Tuhan atau manusia), kepastian (yang ditentukan oleh Tuhan), bahkan juga bisa diartikan sebagaia tugas, misi, kewajiban dan kepemimpinan.[16]
Berbeda dengan ayat-ayat yang menunjukkan istilah amr, ayat-ayat yang yang menunjukkan istilah uli-al-Amri dalam Al-Qur’an hanya disebut 2 kali.
ياأيها الذين أمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم ، فإن تنازعتم في شيئ فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الأخر ، ذلك خير وأحسن تأويلا (النساء: 59)
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
وإذا جاءكم أمر من الأمن أو الخوف أذاعوا به ، ولو ردوه إلى الرسول وإلى أولى الأمر منهم لعلمه الذين يستنبطونه منهم ، ولولا فضل الله عليكم ورحمته لاتبعتم الشيطان إلا قليلا (النساء:83)
Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).
Adapun maksud dari dua ayat di atas jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan uli al-Amri adalah mereka yang mengurusi segala urusan umum, sehingga mereka termasuk orang-orang yang harus ditaati setelah taat terhadap perintah Rasul.
Apabila terjadi persilangan pendapat maka yang diutamakan adalah Allah dan Rasul-Nya.
2. Prinsip-prinsip Kepemimpinan
Dalam Al-Qur’an juga menyebutkan prinsip-prinsip kepemimpinan antara lain, amanah, adil, syura(musyawarah), dan amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an al- munkar.
a. Amanah
Dalam Kamus Kontemporer (al-Ashr) Amanah diartikan dengan kejujuran, kepercayaan (hal dapat dipercaya).[17] Amanah ini merupakan salah satu sifat wajib bagi Rasul.
Ada sebuah ungkapan “kekuasan adalah amanah, karena itu harus dilaksanakan dengan penuh amanah”. Ungkapan ini menurut Said Agil Husin Al-Munawwar, menyiratkan dua hal.
Pertama, apabila manusia berkuasa di muka bumi, menjadi khalifah, maka kekuasaan yang diperoleh sebagai suatu pendelegasian kewenangan dari Allah SWT. (delegation of authority) karena Allah sebagai sumber segala kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah yang bersifat relative, yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Kedua,karena kekuasaan itu pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya pun memerlukan amanah. Amanah dalam hal ini adalah sikap penuh pertanggungjawaban, jujur dan memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti ini sebagai prinsip atau nilai.[18]
Mengenai Amanah ini Allah berfirman:
إنا عرضنا الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان ، إنه كان ظلوما جهولا (الأحزاب: 72)
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh
Menurut Hamka, ayat tersebut bermaksud menggambarkan secara majaz atau dengan ungkapan, betapa berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langitpun tidak bersedia memikulnya. Dalam tafsir ini dikatakan bahwa hanya manusia yang mampu mengemban amanah, karena manusia diberi kemampuan itu oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat dzalim, terhadap dirinya sendiri, maupun orang lain serta bertindak bodoh, dengan mengkhianati amanah itu. [19]
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل، إن الله نعمّا يعظكم به، إن الله كان سميعا بصيرا (النساء: 58)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Dua ayat di atas jelas menunjukkan perintah Allah mengenai harus dilaksanakannya sebuah amanah. Manusia dalam melaksanakan amanah yang dikaitkan dengan tugas kepemimpinannya memerlukan dukungan dari ilmu pengetahuan dan hidayah dari Allah. Hal ini dapat dilihat firman Allah “Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu”, pengajarannya bisa lewat hidayah yang merupakan anugrah dari Allah, juga bisa melalui ilmu pengetahuan.
Dalam Al-Qur’an istilah Amanah juga diungkapkan dengan kata Risalah.
فتولى عنهم وقال يا قومي لقد أبلغتكم رسالة ربي ونصحت لكم ولكن لا تحبون التاصحين (الأعراف: 79)
Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat".
Dalam ayat datas, kata risalah yang dimaknai amanat. Maksudnya disini Allah telah memberikan amanat kepada nabi Shaleh untuk menyampaikan ajaran Tuhan kepada umatnya dan Nabi disini juga berfungsi sebagai pemimpin bagi umatnya.
b. Adil
Kata Adil ini merupakan serapan dari bahsa arab ‘adl. Dalam Al-Qur’an istilah adil menggunakan tiga term yaitu ‘adl, qisth dan haqq. Dari akar kata ‘a-d-l sebagai kata benda, kata ini disebut sebanyak 14 kali dalam Al-Qur’an. Sedangkan kata qisth berasal dari akar kata q-s-th, diulang sebanyak 15 kali sebagai kata benda.[20] Sedangkan kata haqq dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 251 kali.[21] Adapun ayat-ayat yang berbicara mengenai keadilan antara lain:
قل أمر ربي بالقسط، وأقيموا وجوهكم عند كل مسجد وادعوه مخلصين له الدين، كما بدأكم تعودون (الأعراف: 29)
Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menyuruh orang menjalankan keadailan. Secara konkret, yang disebut keadilan (qisth) itu adalah: (a) mengkonsentrasikan perhatian dalam shalat kepada Allah dan (b) mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.[22]
Dari uraian tersebut dapat ditarik kepada aspek kepemimpinan, yaitu seorang pemimpin harus benar-benar ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan juga orientasinya semata-mata karena Allah. Sehingga ketika dua hal tersebut sudah tertanam maka akan melahirkan suatu tingkah laku yang baik.
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل إن الله نعمّا يعظكم به، إن الله كان سميعا بصيرا (النساء: 58)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ayat di atas juga telah disinggung pada pembahasan amanah, karena ayat tersebut mengajarkan manusia tentang dasar-dasar pemerintahan yang baik dan benar yaitu menjalankan amanah dan menetapkan suatu hukum dengan adil.
ولقد أرسلنا رسلا من قبلك منهم من قصصنا عليك ومنهم من لم نقصص عليك، وما كان لرسول أن يأتي بأية إلا بإذن الله، فإذا جاء أمر الله قضي بالحق وخسر هنالك المبطلون (المؤمن: 78)
Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil
Ayat ini juga berisi tentang perintah berbuat adil, yang didalmnya digambarkan tentang keadilan yang dijalnkan oleh utusan Allah yang juga berfungsi sebagai pemimpin bagi umatnya.
c. Musyawarah
Musyawarah, apabila diambil dari kata kerja syawara-yusyawiru, atau syura, yang berasal dari kata syawara-yasyuru, adalah kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an. Yang pertama merujuk merujuk pada ayat 159 surat Alu Imran, sedangkan istilah syura merujuk kepada Al-Qur’an surat Asy-Syura ayat 38.[23] Selain dua istilah di atas ada juga kata yang maknanya menunjukkan musyawarah yaitu kata i’tamir dalam surat ath-Thalaq ayat 6. Adapun ayat-ayat tersebut di atas yaitu:
فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظّا غليظ القلب لانفضوا من حولك، فاعف عنهم واستغفر لهم وشاورهم في الأمر، فإذا عزمت فتوكل على الله، إن الله يحب المتوكلين (ال عمران: 159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Dari kata “wa syawir hum” yang terdapat pada ayat ini mengandung konotasi “saling” atau “berinteraksi”, antara yang di atas dan yang di bawah.[24] Dari pemahaman tersebut dapat ditarik kesimpulan behwa pemimpin yang baik adalah yang mengakomodir pendapat bawahannya artinya tidak otoriter.
والذين استجابوا لربهم وأقاموا الصلاة وأمرهم شورى بينهم ومما رزقناهم ينفقون (الشورى: 38)
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.
Jika pada ayat sebelumya menunjukkan adanya interaksi, maka pada ayat ini yakni istilah syura terkandung konotasi “berasal dari pihak tertentu”. Dari sini juga dapat ditarik pemahaman bahwa tidak selamanya pemimpin harus mendengarkan bawahannya, artinya pemimpin harus bisa memilih situasi dan kondisi kapan dia harus mendengarkan bawahannya dan kapan pula dia harus memutuskan secara mandiri. Jadi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang situasional.
أسكنوهن من حيث سكنتم من وجدكم ولا تضآروهن لتضيقوا عليهن، وإن كنّ أولات حمل فأنفقوا عليهنّ حتى يضعن حملهنّ، فإن أرضعن لكم فأتوهنّ أجورهنّ، وأتمروا بينكم بمعروف، وإن تعاسرتم فسترضع له أخرى (الطلاق: 6)
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Ayat ini menceritakan kepamimpinan suami dalam rumah tangga, yang mana diperintahkan kepada suami untuk memusyawarahkan segala sesuatu kepada pihak istri.
d. Amr Ma’ruf Nahy Munkar
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, ada juga entry “amar makruf Nahi Munkar” yang diartikan sebagai “suruuhan untuk berbuat baik serta mencegah dari perbuatan jahat.” Istilah itu diperlakukan dal satu kesatuan istilah, dan satu kesatuan arti pula, seolah-olah keduanya tidak dapat dipisahkan.[25] Istilah amr ma’ruf nahy munkar - seperti ya’muruna bi al-ma’ruf wa yanhawna ‘an al-munkar - ternyata secara berulang disebut secara utuh, artinya tidak dipisahkan antara amr ma’ruf dan nahy munkar. Istilah tersebut berulang cukup banyak, 9 kali, sekalipun hanya dalam 5 surat.[26] Adapun ayat-ayat tersebut antara lain:
ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر، وأولئك هم المفلحون (ال عمران: 104)
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
والمؤمنون والمؤمنات بعضهم أوليآء بعض، يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر ويقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة ويطيعون الله والرسول، أولئك سيرحمهم الله، إن الله عزيز حكيم (التوبة: 71)
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة وأتوا الزكاة وأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر، ولله عاقبة الأمور (الحج: 41)
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
Ketiga ayat di atas menunjukkan perintah amr ma’ruf dan nahy munkar. Dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya yang disusun oleh Hasbi Ashshiddiqi dkk., ma'ruf diartikan sebagai segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.[27] Dengan demikian dapat dipahami bahwa prinsip kepemimpinan amr ma’ruf dan nahy munkar sangat ditekankan oleh Allah karena dari prinsip ini akan melahirkan hal-hal yang akan membawa kebaikan pada suatu kepemimpinan.
3. Sifat-sifat Pemimpin dalam Al-Qur’an
Setelah membahas prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Al-Qur’an secara global, maka selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci sifat dan tugas pemimpin. Agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan sukses, seorang pemimpin harus memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah:
a. Islam. Islam di sini tentu saja bukan sekedar Islam KTP, namum Muslim yang benar-benar memahami dan menjalankan ajaran agamanya. Allah melarang hamba-Nya untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.
لايتخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين، ومن يفعل ذلك فليس من الله في شيئ إلا أن تتقوا منهم تقاة، ويحذركم الله نفسه، وإلى الله المصير (ال عمران: 28)
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).
b. Ketaqwaan. Dengan ketaqwaan ini akan menjauhkan dari pelanggaran.[28] Allah berfirman:
.......وتزودوا فإن خير الزاد التقوى، واتقون يا أولى الألباب (البقرة: 197)
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
c. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaannya. Semakin besar kemampuan dan pengetahuannya terhadap urusan perusahaan, pengaruhnya akan semakin kuat. Allah telah memberikan perumpamaan,
تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير(الملك: 1)
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
d. Mempunyai keistimewaan lebih dibanding dengan orang lain. Hal ini dijelaskan dalam kisah pengangkatan raja Thalut.
وقال لهم نبيهم إن الله قد بعث لكم طالوت ملكا، قالوا أنى يكون له الملك علينا ونحن أحق بالملك منه ولم يؤت سعة من الماال، قال إن الله اصطفاه عليكم وزاده بسطة في العلم والجسم، والله يؤتي ملكه من يشاء والله واسع عليم (البقرة: 247)
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
e. Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya.
وما أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه ليبين لهم، فيضل الله من يشاء ويهدي من يشاء، وهو العزيز الحكيم (إبراهيم: 4)
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Selain itu, kebiasaan dan bahasanya juga harus jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain, sebagaimana Musa a.s. memohon kepada Allah
واحلل عقدة من لساني (طه: 27)
Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, 28. supaya mereka mengerti perkataanku.
f. Mempunyai karisma dan wibawa dihadapan manusia sebagaimana perkataan kaum Nabi Syu’aib a.s.
قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول وإنا لنراك فينا ضعيفا، ولو لا رهطك يرجمناك، وما أنت علينا بعزيز (هود: 91)
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami."
g. Konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu. Demikianlah yang diperintahkan Allah kepada Nabi Daud a.s. ketika dia diangkat menjadi khalifah di muka bumi,
يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله ، إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد العقاب (ص: 26)
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
h. Bermuamalah dengan (lembut dan kasih sayang, agar orang lain simpatik kepadanya. Kasih sayang adalah salah satu sifat Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah berikut ini,
فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظّا غليظ القلب لانفضوا من حولك، (ال عمران: 159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.,
i. Menyukai suasana saling memaafkan antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka agar segara terlepas dari kesalahan. Allah memerintah Rasulullah saw.,
....... فاعف عنهم واستغفر لهم .......(ال عمران: 159)
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka
j. Bermusyawarah dengan para pengikutnya serta mintalah pendapat dan pengalaman mereka, seperti firman Allah berikut ini,
........ وشاورهم في الأمر........ (ال عمران: 159)
dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu
k. Menertibakan semua urusan dan memebulatkan tekad untuk kemudian bertawakal (menyerahkan urusan) kepada Allah. Firman Allah,
......... فإذا عزمت فتوكل على الله، إن الله يحب المتوكلين (ال عمران: 159)
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
l. Membangun kesadaran akan adanya muraqabah (pengawasan dari Allah) hingga terbina sikap ikhlas di manapun, walaupun tidak ada yang mengawasinya kecuali Allah. Allah berfirman,
الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة (الحج: 41)
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang.
m. Memberikan takafuul ijtima’ santunan sosial kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak.
…..أقاموا الصلاة وأتوا الزكاة……. (الحج: 41)
…….niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat.
n. Mempunyai power ‘pengaruh’ yang dapat memerintah dan mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan control ‘pengawasan’ atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.
…..وأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر، ولله عاقبة الأمور……. (الحج: 41)
……..menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.
o. Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan.
وإذا تولى سعى في الأرض ليفسد فيها ويهلك الحرث والنسل، والله لا يحب الفساد (البقرة: 205)
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan
p. Mau mendengarkan nasihat dan tidak sombong karena nasihat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh. Oleh karena itu Allah telah mengancam orang yang sombong dengan berfirman,
وإذا قيل له اتق الله أخذته العزة بالإثم، فحسبه جهنم، ولبئس المهاد (البقرة: 206)
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. [29]
D. Analisis
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa antara konsep kepemimpinan secara umum dan konsep kepemimpinan dalam Al-Qur’an ada perbedaaanya. Hal ini dapat dilihat dari pengertian kepemimpinan secara umum yang merupakan suatu hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan bersama. Sedangkan konsep kepemimpinan dalam Al-Qur’an yaitu khalifah, imam, dan uli al-Amri dengan segala nsyarat-syaratnya dinilai lebih komprehensif dalam memaknai sebuah kepemimpinan yang akhirnya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang handal dan dapat membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia.
Selain itu, kedua konsep tersebut dalam mengemukakan sifat-sifat pemimpin yang ideal, sama-sama menyentuh sisi materialisme dan sisi idealisme. Misalnya dalam konsep kepemimpinan umum, sifat pemimpin antara lain, mempunyai energi jasmaniah dan mental, mempunyai kesadaran akan tujuan dan arah, mempunyai antusiame dan lain sebagainya. Sedangkan konsep pemimpin dalm Al-Qur’an antara lain memiliki sifat-sifat yaitu, Islam, bertaqwa, memahami situasi dan kondisi masyarakatnya, mempunyai karisma dan wibawa dihadapan manusia, konsekuen dengan kebenaran, ikhlas, dan bertingkah laku yang baik.
Dari dua konsep tentang pemimpin ideal di atas, dapat dilihat bahwa, walaupun kedua konsep tersebut sama-sama menyentuh sisi materialisme dan sisi idealisme, namun konsep yang ditawarkan oleh Al-Qur’an lebih ditekankan pada aspek idealisme. Karena aspek idealisme merupakan kunci dari semua tingkah laku yang ada. Misalnya ikhlas, dari orang yang ikhlas tidak akan pernah ada penyelewengan karena orang yang ikhlas hanya berniat mencari ridla Allah semata. Lain halnya dengan konsep kepemimpinan umum, dalam konsep ini aspek materialisme lebih dikedepankan. Misalnya mempunyai energi jasmaniah dan mental serta mempunyai kesadaran akan tujuan dan arah. Sifat ini sangat jelas orientasinya lebih pada materialisme.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa konsep kepemimpinan dalam Al-Qur’an lebih komprehensif jika dibandingkan dengan konsep kepemimpinan secara umum. Karena Al-Qur’an merupakan firman Allah yang tentu saja sangat jauh dari kekurangan. Disamping itu, Allah adalah pencipta manusia yang lebih tahu terhadap hal-hali yang dibutuhkan oleh manusia.
BAB III
PENUTUP
Kepala sekolah merupakan faktor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya. Kepala sekolah dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Melihat penting dan strategisnya posisi kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah harus mempunyai nilai kemampuan relation yang baik dengan segenap warga di sekolah, sehingga tujuan sekolah dan tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur segala sesuatu yang ada di sekolah.Dalam al-Quran telah terdapat nilai-nilai agung tentang arti pentingnya kepemimpinan. Di samping itu, konsep-konsep bagaimana seharusnya seorang pemimpin berbuat telah terdapat dalam banyak penulis jelaskan dalam makalah ini. Akhirnya penulis hanya berharap semoga makalah ini dapat menjadi pencerahan baru bagi para kepala sekolah dan calon-calon manajer lembaga pendidikan di masa yang akan datang.
[1] Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, terj. Jusuf Udaya, Prenhallindo, Jakarta, 1994, hlm: 2
[2] Ibid
[3] Kartini Kartono, Pemimpin Dan Kepemimpinan; Apakah Pemimpin Abnormal itu?, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm.: 28-31
[4] Ibid, hlm: 37-43
[5] Wohjosumidjo, Kepimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada: cetakan ke3, hlm. 83.
[6] Sudarwan. Menjadi Komunitas Pembelajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 56.
[7] Daryanto, Administarsi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 81.
[8] Hari Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, ( Bandung: Cipta Cekas Grafika, 2004), hlm. 112.
[9] Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 57.
[10]Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 86.
[11] M. Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, Jakarta, 2002, Cet. II, hlm: 349
[12] Ibid, hlm: 357
[13] Said Agil Husin Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press, Jakarta, 2002, hlm: 197-199
[14] M. Dawam Raharjo, Op.Cit., hlm: 466
[15] Ibid
[16] Ibid
[17] Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yayasan Ali Maksum, Yogyakarta, tt, hlm: 215
[18] Said Agil Husin Al-Munawar, Op.Cit., hlm: 200
[19] M. Dawam Raharjo, Op.Cit., hlm: 195
[20] Ibid., hlm: 369
[21] Jumlah dari kalimat haqq penulis temukan di dalam program Holy Qur’an.
[22] M. Dawam Raharjo, Op.Cit., hlm: 370
[23] Ibid..,hlm: 441-442
[24] Ibid., hlm: 443
[25] Ibid., hlm: 619
[26] Ibid., hlm: 624
[27] Hasbi Ashshiddiqi et.al., Al-Qur’an Dan Terjemahnya,, Departemen Agama RI, Jakarta, tt, hlm: 93
[28] M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Mizan, Bandung, 1999, Cet. XV, hlm: 383
[29] Ali Muhammad Taufiq, Praktik Manajemen Berbasis Al-Qur’an, terj. Abdul Hayyie al-Kattani & Sabaruddin, Gema Insani Press, Jakarta, 2004, hlm: 37-41