KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH

PERAN KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN ISLAM

Oleh:

Muhammad Asrori Ardiansyah

(Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam UIN Malang)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam realitas sejarah, madrasah tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat islam itu sendiri. Sehingga sejak awal, madrasah merupakan konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education). Masyarakat sebagai individu maupun organisasi dengan didorong semangat keagamaan atau dakwah membangun madrasah untuk memenuhi kebutuhan mereka, ini dapat dilihat bahwa kurang dari 90 % madrasah di Indonesia milik swasta dan sisanya berstatus negeri dan ini berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah umum.[1]

Madrasah sebagai salah satu bagian sistem pendidikan Nasional tentu memerlukan perhatian dan pengelolaan secara serius. Karena itu, kepemimpinan madrasah ke depan dengan perubahan masyarakat yang semakin cepat dan terbuka menuntut kemampuan yang lebih kreatif, inovatif dan dinamis. Kepala madrasah yang sekedar bergaya menunggu dan terlalu berpegang pada aturan-aturan birokratis dan berfikir secara struktural dan tidak berani melakukan inovasi untuk menyesuaikan tuntutan masyarakatnya, akan ditinggalkan oleh peminatnya. Pada masyarakat yang semakin berkembang demikian cepat dan didalamnya terjadi kompetisi secara terbuka selalu dituntut kualitas pelayanan yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya.[2]

Seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab yang berat. Mengingat perannya yang sangat besar, keuletannya serta kewibawaannya dalam membuat langkah-langkah baru sebagai jawaban dari kebutuhan masyarakat. Hal ini sebagaimana ditulis oleh Bernard Kutner yang dikutip oleh Evendy M. Siregar tentang kepemimpinan:

“Dalam kepemimpinan tidak ada asas yang universal, yang nampak ialah proses kepemimpinan dan pola hubungan antar pemimpinnya. Fungsi utama kepemimpinan terletak dalam jenis khusus dari perwakilan (group representation). Seorang pemimpin harus mewakili kelompoknya sendiri. Mewakili kelompoknya mengandung arti bahwa si pemimpin mewakili fungsi administrasi secara eksekutif. Ini meliputi koordinasi dan integrasi berbagai aktivitas, kristalisasi kebijaksanaan kelompok dan penilaian terhadap macam peristiwa yang baru terjadi dan membawakan fungsi kelompok. Selain itu seorang pemimpin juga merupakan perantara dari orang dalam kelompoknya di luar kelompoknya.”[3]

Berkenaan dengan kepemimpinan ini. Dirawat mengemukakan dalam bukunya “Pengantar Kepemimpinan Pendidikan” bahwa kepemimpinan adalah merupakan suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan mengendalikan orang lain yang ada hubungannya dnegan pengembangan ilmu pengetahuan atau pendidikan serta agar kegiatan yang dilaksanakan lebih efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran.[4]

Dari kutipan tersebut dapat diambil suatu pengertian, bahwa untuk mewujudkan program pelaksanaan pendidikan yang direncanakan, maka dalam pelaksanaannya diperlukan seseorang yang dapat mempengaruhi, mendorong serta menggerakkan komponen-komponen yang ada dalam lembaga pendidikan yang dapat mengarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan pada suatu lembaga pendidikan.

Menjadi seorang pemimpin pendidikan, tidak saja dituntut untuk menguasai teori kepemimpinan, akan tetapi ia juga harus terampil dalam menerapkan situasi praktis di lapangan kerja dan etos kerja yang tinggi untuk membawa lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Idealnya, jika pemimpin pendidikan disamping memiliki bekal kepemimpinan dari teori dan pengakuan resmi yang bersifat ekstern, tetapi juga pembawaan petensial yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah dari Yang Maha Kuasa, namun orang dapat melatihnya agar dapat menjadi seorang pemimpin pendidikan yang tangguh dan terampil berdasarkan pengalamannya.

Besar kecilnya peranan yang dilakukan seorang pemimpin banyak ditentukan kepada apa dan siapa dia, dan apa yang dipimpinnya, kekuasaan (otoritas) apa yang dimiliki dan perangkat mana yang ia perankan sebagai pemimpin baik itu formal maupun non formal. Akan tetapi kesemuanya berperan dalam membimbing, menuntun, mendorong, dan memberikan motivasi kepada mereka yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Pemimpin pendidikan dalam hal ini adalah kepala madrasah sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di lembaga pendidikan, harus memiliki kesiapan dan kemampuan untuk membangkitkan semangat kerja personal. Seorang pemimpin juga harus mampu menciptakan iklim dan suasana yang kondusif, aman, nyaman, tentram, menyenangkan, dan penuh semangat dalam bekerja bagi para pekerja dan para pelajar. Sehingga pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dapat berjalan tertib dan lancar dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh Hendyat Soetopo dalam bukunya “Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan”, bahwa kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, membimbing, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pengembangan ilmu pendidikan serta pengajaran supaya aktivitas-aktivitas yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.[5]

Pendidikan apabila dipahami dari segi agama memiliki nilai yang sangat strategis. Sebagaimana ketika Rasulullah SAW berdakwah mengajarkan wahyu yang pertama kali turun, beliau berkonsentrasi kepada kemampuan baca tulis, hal ini sebagaimana terdapat dalam Surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”[6]

Dari ayat tersebut mengandung ajakan/anjuran bahwa menjadi manusia itu harus mengerti, cerdas dan mempunyai wawasan masa depan, sehingga mereka akan terbebas dari segala bentuk penindasan, perbudakan, dan pembodohan yang sifatnya dapat merusak kehormatan manusia.

Berdasarkan doktrin inilah yang kemudian mengilhami para pemimpin untuk mampu menjadi pemimpin yang disegani dan diharapkan banyak orang dalam menegakkan syariat Islam.

Agar tujuan pendidikan dapat terlaksana dengan baik, maka diperlukan pemimpin yang mengerti akan komitmen yang menjadi tujuan tersebut. Karena pendidikan mengandung nilai-nilai yang besar dalam kehidupan manusia baik di dunia maupun di akherat yaitu nilai-nilai ideal Islam. Dalam hal ini ada tiga kategori, yaitu dimensi yang mendorong manusia untuk memanfaatkan dunia agar menjadi bekal bagi kehidupan akherat, dimensi yang mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan akherat yang membahagiakan, dimensi yang mengandung nilai yang dapat memadukan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi.[7]

Disamping itu, pemimpin pendidikan harus berwawasan masa depan yaitu mengantisipasi perubahan yang ada, tidak hanya dalam pendidikan saja tetapi juga perkembangan ilmu pengetahuan teknologi.

Kepemimpinan pendidikan pada lembaga pendidikan Islam, yaitu kepala madrasah, penting sekali bagi peningkatan kualitas pendidikan. Karena lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemimpin yang mengerti komitmen serta berwawasan luas, akan berjalan dengan tertib dan dinamis sesuai dengan kemajuan zaman. Selain itu, kepala madrasah hendaknya juga mengerti kedudukan madrasah di masyarakat, mengenal badan-badan dan lembaga-lembaga masyarakat yang menunjang pendidikan, mengenal perubahan sosial, ekonomi, politik masyarakat, mampu membantu guru dalam mengembangkan program pendidikan sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat sekaligus membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi.

Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah suatu hal yang mudah untuk diwujudkan. Karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhinya yang tanpa ada usaha utnuk meperhatikan dan mencari solusi, maka usaha peningkatan kualitas pendidikan mustahil akan terwujud.

Realitanya, banyak lembaga pendidikan yang dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dan ada pula yang mengalami kemandekan dan bahkan tinggal menunggu kehancurannya. Adapun salah satu faktor penyebabnya adalah terletak pada kompetensi dan kepemimpinan kepala madrasah dalam mengelola madrasah.

Apabila seorang kepala madrasah tidak bisa mengatur, mempengaruhi, mengajak anggotanya untuk meraih tujuan pendidikan, gagap memanfaatkan peluang yang ada, dan cenderung menerapkan gaya kepemimpinan yang sekedar melaksanakan tugas rutin, maka jangan diharapkan kualitas pendidikan akan mengalami peningkatan. Sebaliknya, jika seorang kepala madrasah tersebut memiliki potensi yang cukup baik, maka ia akan cenderung untuk terus meningkatkan organisasi pendidikan di lembaga yang dipimpinnya. Sehingga dengan sendirinya kualitas pendidikan ikut meningkat.

Bertitik tolak dari uraian di atas, penulis terdorong untuk mengupas lebih lanjut tentang peran kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan kualitas pendidikan demi mewujudkan cita-cita “Indonesia Bisa” sebagaimana dicanangkan oleh Presiden RI 20 Mei 2008 yang lalu.

II. PEMBAHASAN

A. Kepemimpinan Pendidikan

1. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan

Sebelum membahas pengertian kepemimpinan sebagai suatu kesatuan, maka perlu dijelaskan juga pengertian pendidikan. M.J Langeveld berpendapat, bahwa pendidikan atau pedagogi adalah kegiatan membimbing anak manusia menuju pada kedewasaan dan kemandirian.[8]

Istilah “Kepemimpinan Pendidikan” mengandung dua pengertian. Dimana kata ”pendidikan” menerangkan dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat atau ciri-ciri bagaimana yang harus terdapat atau dimiliki oleh kepemimpinan tersebut.

Pengertian “Kepemimpinan” itu bersifat universal, berlaku dan terdapat pada berbagai bidang kegiatan hidup manusia. Oleh karena itu. Sebelum dibahas pengertian kepemimpinan yang menjurus pada bidang pendidikan, maka perlu dipahami dahulu pengertian kepemimpinan yang bersifat universal. Dalam hal ini banyak sekali para ahli yang berusaha memberikan definisi kepemimpinan, di antaranya sebagai berikut:

a. Menurut Dirawat, Busro Lamberi, Soekarto Indrafachrudi dalam bukunya “Pengantar Kepemimpinan Pendidikan” bahwa Kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain, agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.[9]

b. Menurut Hadari Nawawi dalam bukunya “Administrasi Pendidikan” menyatakan bahwa kepemimpinan berarti kemampuan menggerakkan memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.[10]

c. Menurut Burhanuddin dalam bukunya “Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan”, bahwa kepemimpinan adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan individu-individu supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.[11]

d. Menurut Suprayogo Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan.[12]

Dari ketiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses kegiatan seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan, dan menggerakkan individu-individu supaya timbul kerjasama secara teratur dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

Sedangkan pengertian pendidikan itu sendiri, sebagaimana yang dikatakan oleh Burhanuddin dalam bukunya ”Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan” bahwa Pendidikan merupakan suatu usaha atau proses yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa untuk mendidik dan mengajar anak didik agar mereka dapat mencapai kedewasaan.[13]

Apabila pengertian kepemimpinan dipadukan dengan pengertian pendidikan, maka pengertian kepemimpinan pendidikan merupakan suatu proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efisien dan efektif demi mencapai tujuan-tujuan pendidikan dan pembelajaran.[14]

Dari pengertian kepemimpinan pendidikan di atas, diketahui terdapat beberapa unsur pokok dalam kepemimpinan, di antaranya:

a. Tujuan kepemimpinan

b. Individu yang mempengaruhi kelompok/organisasi/lembaga (pemimpin)

c. Individu-individu yang dipengaruhi, dikoordinasi, digerakkan (yang dipimpin)

d. Proses interaksi antara pemimpin dan yang dipimpin dalam rangka mempengaruhi, mengkoordinasikan dan menggerakkan.

e. Situasi berlangsungnya kepemimpinan.

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas secara efektif dan efisien, perlu didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal ini pengembangan SDM merupakan proses peningkatan kemampuan manusia agar mampu melakukan pilihan-pilihan. Pengertian ini memusatkan perhatian pada pemerataan dalam peningkatan kemampuan manusia dan pemanfaatan kemampuan itu.

Paradigma pendidikan yang memberikan kewenangan luas kepada kepala sekolah dalam mengembangkan berbagai potensinya memerlukan peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerialnya, agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti yang diungkapkan Supriadi bahwa ada kaitan yang erat antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah dan menurunnya perilaku nakal peserta didik.[15]

Dalam pada itu, kepala madrasah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara mikro, yang secara lansung berkaitan dengan proses pembelajaran sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1990 bahwa:

”Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunakan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”.[16]

Apa yang diungkapkan di atas menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan kepala sekolah, yang menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien. Disamping itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi seni, dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan di sekolah juga cenderung bergerak maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaan secara professional.

Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah di hadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kerangka inilah dirasakan perlunya peningkatan manajemen kepala sekolah secara professional untuk menyukseskan program-program pemerintah yang sedang digulirkan. Yakni otonomi daerah, desentralisasi dan sebagainya, yang kesemuanya ini menuntut peran aktif dan kinerja profesionalisme kepala sekolah.

Kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu. Startegi ini dikenal dengan Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total Quality Manajement (TQM).

Strategi ini merupakan usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus menerus memperbaiki kualitas layanan, sehingga fokusnya di arahkan ke pelanggan dalam hal ini peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, guru, karyawan, pemerintah dan masyarakat.

Pengembangan profesionalisme kepala sekolah merupakan tugas dan wewenang para pengawas yang berada di bawah dan tanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendidikan Nasional. Menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 118 tahun 1996, tanggung jawab Pengawas Sekolah adalah:

a. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan

b. Meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar, serta bimbingan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.[17]

Sedangkan wewenang Pengawas Sekolah adalah :

a. Memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil yang optimal dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik profesi, menetapkan tingkat kinerja guru dan tenaga lain yang di awasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi, dan

b. Menentukan dan atau mengusukan program pembinaan serta melakukan pembinaan.

Terkait dengan kepemimpinan madrasah, Wahjosumidjo menefinisikan kepala madrasah sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu madrasah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”.[18]

3. Syarat-syarat Kepribadian Pemimpin Lembaga Pendidikan

Terkait dengan prasyarat pemimpin lembaga pendidikan (kepala madrasah), A. Ghozali dalam buku "Administrasi Sekolah" menyebutkan bahwa kepemimpinan kepala madrasah harus memiliki kemampuan yang berhubungan dengan administrasi madrasah yang meliputi:

a. Kemampuan dalam bidang teknis pendidikan dan pengajaran

b. Kemampuan dalam bidang tata usaha sekolah

c. Kemampuan dalam pengorganisasian

d. Kemampuan dalam perencanaan. Berbagai pelaksanaan, dan pengawasan.

e. Kemampuan dalam bidang pengelolaan keuangan.[19]

Sebagai seseorang pemimpin, kepala madrasah dituntut untuk memiliki kelebihan-kelebihan daripada orang yang dipimpinnya. Oleh karena pemimpin lembaga pendidikan nantinya selalu berhadapan dengan orang lain dalam konteks sosial, maka ia harus memiliki syarat kepribadian tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagaimana yang dikemukakan oleh Hadari Nawawi di bawah ini:

a. Memiliki kecerdasan atau intelegensi yang cukup baik

b. Percaya diri sendiri dan bersifat membership

c. Cakap bergaul dan ramah tamah

d. Kreatif, penuh inisiatif dan memiliki hasrat/kemauan untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik

e. Organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa

f. Memiliki keahlian atau keterampilan di dalam bidangnya.

g. Suka menolong, memberi petunjuk dan dapat menghukum secara konsekuen dan bijaksana.

h. Memiliki keseimbangan /kestabilan emosional dan bersifat sabar

i. Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi

j. Berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab

k. Jujur, rendah hati, sederhana dan dapat dipercaya

l. Bijaksana dan berlaku adil

m. Disiplin

n. Berpengetahuan dan berpandangan luas

o. Sehat jasmani dan rohani.[20]

Agar lebih jelas akan penulis uraikan satu persatu dari persyaratan kepribadian pemimpin pendidikan sebagaimana tersebut diatas, sebagai berikut:

a. Memiliki kecerdasan atau intelegensi yang baik

Seseorang pemimpin harus mampu menganalisa masalah yang dihadapi organisasinya. Kemampuan itu memungkinkan pemimpin mengarahkan pemikiran anggotanya dalam menyusun perencanaan dan menetapkan keputusan yang tepat dalam mewujudkan beban tugas organisasinya. Disamping itu, pemimpin pendidikan harus mampu membantu anggota kelompoknya mengatasi kesulitan yang timbul. Sehingga selalu dibutuhkan kelompoknya bilamana menghadapi masalah.

b. Percaya diri sendiri dan bersifat membership

Seorang pemimpin harus selalu yakin bahwa dengan kemampuan yang dimilikinya, setiap beban kerjanya akan dapat diwujudkan. Keyakinan akan kemampuan yang dimiliki itu tidak berarti seorang pemimpin harus bekerja sendiri. Akan tetapi pemimpin harus mampu menjalin kerjasama dengan orang lain didalam kelompoknya. menyakinkan anggota kelompoknya mengenai keputusannya adalah sesuatu yang terbaik untuk dilaksanakan, dengan berpegang kepada prinsip mengutamakan kepentingan kelompok dan dengan berlandaskan pada kebenaran.

c. Cakap bergaul dan ramah tamah

Pemimpin yang memiliki kemampuan bergaul akan mampu pula menghayati dan memahami sikap, tingkah laku, kebutuhan , kekecewaan yang timbul, harapan-harapan dan tuntutan-tuntutan anggota kelompoknya.Yang mana hal tersebut harus dibina melalui sikap yang ramah dan hormat menghormati dengan anggota kelompok walaupun kedudukannya sekedar seorang pesuruh.

d. Kreatif, penuh inisiatif dan memiliki hasrat/kemauan untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik.

Seorang pemimpin harus mampu memprakarsai suatu kegiatan secara kreatif. Selalu terdorong untuk memunculkan inisiatif baru dalam rangka mewujudkan beban kerja, sebagai pencerminan kemauannya untuk bekerja secara efektif.

e. Organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa.

Seorang pemimpin harus mampu mengelola kerjasama sekelompok manusia sebagai suatu organisasi, dalam pembagian suatu kerja dan penempatan personal secara tepat dan berdaya guna serta memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain dalam hubungan manusiawi yang diliputi situasi kewibawaan.

f. Memiliki keahlian atau ketrampilan dalam bidangnya.

Pemimpin yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup di bidangnya, akan mampu melihat ke depan dalam meningkatkan perkembangan organisasi/lembaga yang dipimpinnya.

g. Suka menolong, memberi petunjuk dapat menghukum secara konsekuen dan bijaksana

Seorang pemimpin harus selalu berusaha membantu orang-orang yang dipimpinnya apabila menghadapi kesulitan, baik itu dalam bidang kerja maupun pribadi. Disamping itu pemimpin harus bersifat tegas dan konsekuen dalam mengatasi kekeliruan, kesalahan dan penyalahgunaan wewenang dari kalangan anggotanya.

h. Memiliki keseimbangan/kestabilan emosional dan bersifat sabar

Seorang pemimpin harus mampu mengendalikan emosinya dan selalu menggunakan pemikiran yang rasional dan logis dalam menghadapi masalah dan dalam mengambil keputusan, Untuk itu seorang pemimpin harus bersifat sabar, teliti dan hati-hati dalam memutuskan tindakan-tindakan yang akan dilaksanakan.

i. Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi

Pemimpin yang baik adalah yang selalu setia pada cita-cita organisasi yang dipimpinnya.Pengabdian lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.Sehingga tampak kesediaan berkorban dalam tingkah lakunya demi kepentingan organisasinya.

j. Berani mengambil keputusan dan bertanggungjawab.

Seorang pemimpin harus berani dalam mengambil keputusan sehingga kegiatan tidak tertunda-tunda dan setiap personal dapat mewujudkannya dengan cara dan waktu yang tepat. Disamping itu, pemimpin dituntut mampu bertanggungjawab atas segala akibat dari keputusan yang telah dibuatnya.

k. Jujur, rendah hati, sederhana dan dapat dipercaya.

Kejujuran, rendah hati, sederhana dan dapat dipercaya harus menjiwai dan tercermin dalam setiap gerak dan tingkah laku yang wajar.

l. Bijaksana dan selalu berlaku adil.

Seorang pemimpin harus bijaksana dan adil dalam membagi pekerjaan dan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkenaan dengan perorangan atau kelompok-kelompok kecil di dalam organisasi. Dengan kata lain, seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan secara wajar dan tepat walaupun berbeda antara satu dengan yang lainnya.

m. Disiplin

Seorang pemimpin harus berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menegakkan disiplin kerja, disiplin waktu dan dalam mentaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan di dalam organisasi yang dipimpinnya.

n. Berpengetahuan dan berpandangan luas.

Seorang pemimpin harus selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan bidang kerjanya agar mampu memenuhi tuntutan masyarakat dan kemajuan teknologi. Disamping itu seorang pemimpin juga harus mampu melihat hubungan bidang tugasnya dengan bidang-bidang lain yang mempengaruhinya. Dengan demikian pengetahuannya akan bertambah luas.

o. Sehat jasmani dan rohani.

Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap perwujudan kepemimpinan yang efektif. Yang mana hal tersebut memungkinkan seorang pemimpin mengikuti, mengembangkan dan mengawasi berbagai kegiatan organisasi dan orang-orang yang dipimpinnya secara tepat, cepat dan bijaksana.

Sedangkan menurut Burhanuddin, syarat-syarat kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah :

a. Personality, yang mana melalui sifat-sifat kepribadian tersebut, seseorang dapat memperoleh pengakuan dari orang lain sekaligus menjadi penentu bagi kepemimpinannya.

b. Purposes, yaitu seorang Kepala Madrasah harus benar-benar memahami tujuan pendidikan itu sendiri secara jelas.

c. Knowledge, yaitu suatu kelompok akan menaruh kepercayaan pada sang pemimpin, apabila mereka menyadari bahwa otoritas kepemimpinannya dilengkapi dengan skop pengetahuan yang luas dan mampu memberikan keputusan yang mantap.

d. Profesional skill, yaitu Kepala Madrasah harus memiliki ketrampilan-ketrampilan profesional yang efektif dalam fungsi-fungsi administrasi pendidikan.[21]

Bila semua prasyarat kepribadian sebagaimana tersebut di atas dimiliki oleh seorang pemimpin, maka ia akan dapat menjalankan kepemimpinannya dengan baik. Oleh karena itu, setiap pemimpin pendidikan hendaknya berusaha memiliki sifat-sifat kepribadian tersebut.

4. Tipe-tipe Kepemimpinan Pendidikan

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, yaitu menggerakkan atau memberi motivasi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah pada pencapaian tujuan organisasi, berbagai cara dapat dilakukan oleh seseorang pemimpin. Cara itu mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya. Yang memberikan gambaran pula tentang bentuk (tipe) kepemimpinannya yang dijalankannya.

Adapun tipe-tipe kepemimpinan pendidikan yang pokok itu ada tiga yaitu otokratis, laissez faire, dan demokratis.[22]

Sedangkan menurut Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, kepemimpinan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe kepemimpinan yaitu:

a. Tipe Otoriter/Otokrasi

b. Tipe Laissez faire

c. Tipe Demokratis

d. Tipe Pseudo Demokratis.[23]

Untuk lebih jelasnya, penulis akan diuraikan masing-masing dari tipe kepemimpinan tersebut.

a. Tipe Otokratis

Otokratis berasal dari kata oto yang berarti sendiri, dan kratos yang berarti pemerintah. Jadi otokratis berarti mempunyai sifat memerintah dan menentukan sendiri.[24]

Adapun ciri-ciri dari pemimpin otokratis itu antara lain:

1) Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi.

2) Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.

3) Menganggap bawahan sebagai alat semata mata.

4) Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat.

5) Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya.

6) Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum).

Akibat dari kepemimpinannya tersebut, guru menjadi orang yang penurut dan tidak mampu berinisiatif serta takut untuk mengambil keputusan, guru dan murid dipaksa bekerja keras dengan diliputi perasaan takut akan ancaman hukuman, serta sekolah akan menjadi statis.

b. Tipe Laissez faire

Laissez faire jika diterjemahkan dapat diartikan sebagai ”biarkan saja berjalan” atau ‘tidak usah dihiraukan’, jadi mengandung sikap ’masa bodo’.[25]

Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari bentuk kepemimpinan otoriter. Kepemimpinan ini pada dasarnya tidak melaksanakan kegiatan dengan cara apapun. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol dan tidak pernah memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotanya. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan kepada anggota-anggota kelompoknya tanpa petunjuk atau saran-saran dari pemimpin. Sehingga kekuasaan dan tanggungjawab menjadi simpang siur dan tidak terarah.

Kepemimpinan seperti ini pada dasarnya kurang tepat bila dilaksanakan secara murni di lingkungan lembaga pendidikan. Karena dalam hal ini setiap anggota kelompok bergerak sendiri-sendiri sehingga semua aspek manajemen administratif tidak dapat diwujudkan dan dikembangkan.

c. Tipe Demokratis

Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah yang berusaha memanfaatkan setiap orang untuk kepentingan kemajuan dan perkembangan organisasi. Saran-saran, pendapat-pendapat dan kritik-kritik setiap anggota disalurkan dengan sebaik-baiknya dan diusahakan memanfaatkannya bagi pertumbuhan dan kemajuan organisasi sebagai perwujudan tanggung jawab bersama.

Tipe kepemimpinan demokratis ini memang paling sesuai dengan konsep Islam Yang mana di dalamnya banyak menekankan prinsip musyawarah untuk mufakat. Hal ini sebagaimana terdapat dalam Q.S Ali Imron ayat 159, yang berbunyi:

$yJÎ6sù 7pyJômu z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xáÎ=xî É=ù=s)ø9$# (#qÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó$#ur öNçlm; öNèdöÍr$x©ur Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ

Artinya: ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.(Q.S Ali Imron: 159).[26]

Dari ayat di atas disebutkan bahwasannya kita diperintahkan untuk melakukan musyawarah dalam mengambil keputusan. Hal ini mengingat bahwa didalam musyawarah silang pendapat selalu terbuka. Apalagi jika orang-orang yang terlibat terdiri dari banyak orang. Oleh sebab itu kita dianjurkan untuk bersikap tenang dan hati-hati yaitu dengan memperhatikan setiap pendapat, kemudian mentarjihkan suatu pendapat dengan pendapat lain yang lebih banyak maslahat dan faidahnya bagi kepentingan bersama dengan segala kemampuan yang ada.[27]

Berdasarkan ayat di atas, tepat sekali apabila kepemimpinan demokratis itu diterapkan dalam lembaga pendidikan. Hal ini dikarenakan dalam kepemimpinan demokrasi ini setiap personal dapat berpartisipasi secara aktif dalam mengembangkan misi kedewasaan anak.

d. Tipe Pseudo Demokatis

Pseudo berarti palsu, pura-pura. Pemimpin semacam ini berusaha memberikan kesan dalam penampilannya seolah-olah dia demokratis, sedangkan maksudnya adalah otokrasi, mendesakkan keinginannya secara halus.[28]

Jadi, pemimpin pseudo demokratis sebenarnya adalah orang otokratis, tetapi pandai menutup-nutupi sifatnya dengan penampilan yang memberikan kesan seolah-olah ia demokratis.

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian, tipe pemimpin itu dapat digolongkan menjadi lima, yaitu:

1) Tipe Otokrasi

2) Tipe Militeristis, yaitu senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan serta sukar untuk menerima kritikan

3) Tipe Paternalistik, yaitu pemimpin bersikap terlalu melindungi, jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif dan mengambil keputusan serta bersikap maha tahu

4) Tipe Kharismatik, yaitu pemimpin yang diterima karena kepribadiannya yang berpengaruh dan dipercayai sehingga diikuti pendapat dan keputusannya

5) Tipe Demokratis.[29]

Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah suatu hal yang mudah untuk dicapai. Akan tetapi karena pemimpin yang demikianlah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Pendidikan

Dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, seseorang yang menduduki profesi sebagai pemimpin pendidikan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mewarnai pola kepemimpinannya. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, sebagai berikut:

a. Faktor-faktor legal yang berpengaruh dalam kependidikan.

b. Kondisi sosial ekonomi dan konsep-konsep pendidikan sebagai pengaruh dalam kepemimpinan.

c. Hakekat dan atau ciri sekolah sebagai pengaruh kepemimpinan.

d. Kepribadian pemimpin pandidikan dan latihan-latihan sebagai faktor yang mempengaruhi kepemimpinan.

e. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam teori pendidikan sebagai faktor yang mempengaruhi kepemimpinan.[30]

Disamping itu pula, M. Ngalim Purwanto juga mengemukakan adanya faktor-faktor yang pada umumnya sangat dominan mempengaruhi perilaku seorang pemimpin, di antaranya:

a. Keahlian dan kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin untuk menjalankan kepemimpinannya.

b. Jenis pekerjaan atau lembaga tempat pemimpin itu melaksakan tugas jabatannya.

c. Sifat-sifat kepribadian pemimpin.

d. Sifat-sifat kepribadian pengikut atau kelompok yang dipimpinnya.

e. Sangsi-sangsi yang ada di tangan pemimpin.[31]

Untuk lebih jelasnya, akan penulis uraikan satu-persatu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan pendidikan, sebagai berikut:

a. Keahlian dan Pengetahuan yang dimiliki oleh pemimpin untuk menjalankan kepemimpinannya

Yang termasuk dalam hal ini adalah latar belakang pendidikan atau ijasah yang dimiliki, apakah sudah sesuai dengan tugas-tugas kepemimpinan yang menjadi tanggung jawabnya; pengalaman kerja sebagai pemimpin, apakah sudah mendorong dia untuk berusaha memperbaiki dan mengembangkan kecakapan dan ketrampilannya dalam memimpin.

Seorang pemimpin yang ideal tidak akan merasa puas hanya dengan mengandalkan latar belakang pandidikan dan pengalamannya saja, tanpa selalu berusaha mengembangkan diri dengan menambah pengetahuan.

b. Jenis pekerjaan atau lembaga tempat pemimpin itu melaksanakan tugas jabatannya

Tiap organisasi atau lembaga yang tidak sejenis memiliki tujuan yang berbeda dan menuntut cara pencapaian tujuan yang tidak sama. Seorang yang sedang memimpin anak buah kapal yang sedang tenggelam, tidak akan sama dengan perilaku dan sikap guru yang sedang memimpin diskusi dalam kelas. Oleh karena itu, tiap jenis lembaga memerlukan perilaku dan sikap kepemimpinan yang berbeda pula.

c. Sifat-sifat kepribadian pemimpin

Secara psikologis, manusia mempunyai sifat, watak dan kepribadian yang berbeda-beda. Ada yang selalu dapat bersikap dan bertindak keras dan tegas, tetapi adapula yang lemah dan kurang berani. Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh masing-masing pemimpin, meskipun beberapa dari mereka memiliki latar belakang pendidikan sama dan diserahi tugas memimpin lembaga yang sejenis, tetapi karena adanya perbedaan kepribadian diantara mereka, maka akan timbul pula perilaku dan sikap yang berbeda dalam menjalankan kepemimpinannya.

d. Sifat-sifat kepribadian pengikut atau kelompok yang dipimpinnya

Perbedaan sifat-sifat individu dan sifat-sifat kelompok sebagai anak buah atau pengikut seorang pemimpin akan mempengaruhi bagaimana seyogyanya perilaku dan sikap pemimpin itu dalam menjalankan kepemimpinannya. Tentang sifat-sifat kepengikutan, Ngalim Purwanto mengemukakan ada lima macam kepengikutan, yaitu:

1) Kepengikutan karena naluri dan nafsu

2) Kepengikutan karena tradisi dan adat

3) Kepengikutan karena agama dan budi nurani

4) Kepengikutan karena peraturan hukum.[32]

Agar para anggota kelompok dapat mematuhi dan mentaati perintah serta menjalankan tugasnya dengan ikhlas dan sabar serta tidak merasa tertekan, maka sangat penting bagi seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya untuk mengetahui dan mempelajari sifat atau tipe kepengikutannya yang ada pada anggota kelompoknya.

e. Sangsi-sangsi yang ada di tangan pemimpin.

Kekuatan-kekuatan yang ada dibelakang pemimpin menentukan sikap dan tingkah lakunya. Sikap atau reaksi anggota kelompok dari seorang pemimpin yang mempunyai wewenang penuh akan lain jika dibandingkan dengan seorang pemimpin yang kurang atau tidak berwenang. Seorang guru yang baru dibentuk sebagai pejabat pimpinan Madrasah akan bertindak dan berperilaku lain dengan seorang Kepala Madrasah yang telah resmi diangkat dengan surat keputusan dari atasan. Hal ini dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat kekuasaan dan atau perangkat perundang-undangan menentukan tinggi rendahnya kekuatan atau sangsi seorang pemimpin yang diangkat oleh penguasa atau berdasarkan perundangan tersebut.

6. Kepala Madrasah dalam Peningkatan Produktivitas Sekolah

Disetiap organisasi posisi dan peran pimpinan selalu sangat sentral. Maju dan mundurnya organisasi sangat tergantung pada sejauh mana pimpinan mampu berimajinasi memajukan organisasinya. Demikian pula dalam konteks madrsah sebagai organisasi, maka posisi kepala madrasah juga sangat dalam memajukan lembaga yang dipimpinnya.[33]

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, jajaran pimpinan pada dinas pendidikan termasuk kepala sekolah/madrasah memiliki gaya kepemimpinan masing-masing, yang sangat mempengaruhi kinerja para tenaga kependidikan di lingkungan kerjanya masing-masing. Kegagalan dan keberhasilan banyak ditentukan oleh kepala sekolah, karena kepala sekolah merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh sekolah menuju tujuannya.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Siagian bahwa:

Arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia. Arah yang dimaksud tertuang dalam startegi dan taktik yang disusun dan di jalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Perumus dan penentu strategi dan taktik tersebut adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.[34]

Banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang terdapat dalam setiap organisasi merupakan faktor yang berhubungan dengan produktivitas organisasi dan efektivitas organisasi.

Sutermeister mengemukakan "Ada beberapa faktor determinan terhadap produktivitas kerja antara lain leadership climate, type of leadership, dan leaders dari 33 faktor lain yang berpengaruh".

Di samping itu, Sagir mengemukakan enam faktor yang turut menentukan tingkat produktivitas, yaitu: "pendidikan, teknologi, tata nilai, iklim kerja, derajat kesehatan dan tingkat upah minimal". Keenam faktor tersebut yang mendukung produktivitas tenaga kependidikan, secara eksplisit dalam iklim kerja diuaraikan pentingnya kepemimpinan kepala sekolah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh terhadap kinerja tenaga kependidikan di sekolah untuk meningkatkan produktivitas kerja demi tercapainya tujuan dan mewujudkan visi menjadi aksi.

Dalam kaitannya dengan peran kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, perlu dipahami bahwa setiap kepala sekolah bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi tenaga kependidikan dan dia sendiri harus berbuat baik. Kepala sekolah juga harus menjadi contoh, sabar dan pengertian.

Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT surat Ali Imran ayat 104, sebagai berikut:

`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# (آل عمران : 104)

Artinya: ”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.[35] (QS. Ali Imron: ayat 104)

Kaitannya ayat tersebut dengan peran kepala sekolah sebagai pendidik nampak dari pola hidup keseharian yang senantiasa dijadikan cerminan oleh semua siswa, guru, dan karyawan yang berada di bawah pimpinanya. Konsep ini dipertegas dengan beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang pentingnya uswah hasanah dari seorang pemimpin.

B. Upaya-upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan.

Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan adalah sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.[36]

Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang sesuai dengan kegiatan seseorang untuk kehidupan sosialnya dan membantunya meneruskan kebiasaan-kebiasaan dan kebudayaan serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.[37] Dalam hal ini peran kepala madrasah sebagai manajer adalah mengelola orang-orangnya sebagai pelaksana proses belajar mengajar dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Ada beberapa konsep pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh para ahli, antara lain:

a. Tim Dosen IKIP Malang menyimpulkan pengertian pendidikan sebagai:

1) Aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (fikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indra serta keterampilan-keterampilan).

2) Lembaga yang bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi : keluarga, sekolah dan masyarakat (negara).

3) Hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya.

b. Sebagaimana yang dikutip oleh Djumransyah Indar dalam bukunya bukunya Freeman Butt yang berjudul Cultural History of Western Education mengemukakan bahwa:

1) Pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya.

2) Pendidikan adalah seuatu proses. Melalui proses ini individu diajarkan kesetiaan dan kesediaan untuk mengikuti aturan. Melalui cara ini pikiran manusia dilatih dan kembangkan.

3) Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan. Dalam proses ini individu dibantu pengembangan kekuatan, bakat, kesanggupan dan minatnya.

4) Pendidikan adalah rekontruksi dan reorganisasi pengalaman yang menambah arti serta yang menambah kesanggupan untuk memberikan arah bagi pengalaman selanjutnya.

5) Pendidikan adalah suatu proses. Melalui proses ini seseorang menyesuaikan diri dengan unsur-unsur pengalamannya yang menjadi kepribadian modern sehingga dapat mempersiapkan diri bagi kehidupan masa dewasa yang berhasil.[38]

Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan tadi, maka terdapat beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat.

b. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan terencana untuk memilih isi (bahan materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.

c. Kegiatan tersebut dapat diberikan dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat berupa pendidikan jalur sekolah (formal), dan pendidikan jalur luar sekolah (informal dan non formal).

2. Dasar Pendidikan

Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah landasan tempat berpijak atau sandaran daripada dilakukannya suatu perbuatan. Dengan demikian, yang dijadikan landasan atau sandaran suatu perbuatan itu sudah ada dan mempunyai kekuatan hukum. Oleh karenanya tidaklah dapat dibenarkan pertanggungjawaban suatu tindakan atau usaha yang berpijak pada landasan yang dicari-cari alasannya untuk kepentingan diri atau golongan.[39]

Adapun dasar pendidikan itu sendiri dapat ditinjau dari beberapa segi, di antaranya :

a. Dasar dari segi yuridis atau hukum adalah dasar-dasar pelaksanaan agama yang berasal dari peraturan perundang-undangan, baik langsung maupun tidak langsung yagn mana hal ini dapat dijadikan pegangan dalam pelaksanaan pendidikan baik di lembaga formal maupun non formal.

b. Dasar religius yaitu dasar yang berdasarkan dari ajaran agama Islam yang tertera dalam ayat al-Quran dan Al-Hadits menurut ajaran agama Islam bahwa pelaksanaan pendidikan adalah wajib.

c. Dasar sosial psikologi yaitu manusia membutuhkan suatu pegangan hidup yaitu agama, dan dalam kenyataannya agama merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Dan pada hakekatnya masyarakat akan merasa aman, tenang, dan tentram hatinya apabila bisa mendekatkan dirinya kepada Tuhannya.[40]

3. Tujuan Pendidikan

Sebagaimana yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Langeveld yang berjudul Beknopte Theoretische Paedagogiek, mengutarakan macam-macam tujuan pendidikan sebagai berikut:

a. Tujuan umum

Tujuan umum disebut juga tujuan sempurna, tujuan akhir atau tujuan bulat. Tujuan umum ialah tujuan di dalam pendidikan yang seharusnya menjadi tujuan orang tua atau lain-lain pendidik, yang telah ditetapkan oleh pendidik dan selalu dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terdapat pada anak didik itu sendiri dan dihubungkan dengan syarat-syarat dan alat-alat untuk mencapai tujuan umum itu.

b. Tujuan-tujuan tak sempurna

Yang dimaksud dengan tujuan tak sempurna atau tak lengkap ini ialah tujuan-tujuan yang mengenai segi-segi kepibadian manusia yang tertentu yang hendak dicapai dengan pendidikan itu. Yaitu segi-segi yang berhubungan dengan nilai-nilai hidup yang tertentu seperti keindahan kesusilaan, keagamaan, kemasyarakatan dll.

c. Tujuan-tujuan sementara

Tujuan sementara ini merupakan tempat-tempat perhentian sementara pada jalan yang menuju ke tujuan umum. Untuk mencapai tujuan-tujuan sementara itu di dalam praktek harus mengingat dan memperhatikan jalannya perkembangan pada anak. Untuk itu diperlukan psikologi perkembangan.

d. Tujuan-tujuan perantara

Tujuan ini ditentukan tergantung pada tujuan-tujuan sementara

e. Tujuan Insidental

Tujuan ini hanya sebagai kejadian-kejadian yang merupakan saat-saat yang terlepas pada jalan yang menuju kepada tujuan umum.[41]

Dengan memperhatikan tujuan-tujuan di atas dan hubungannya satu sama lain, mempermudah usaha kita hendak mengerti pekerjaan mendidik, dan memungkinkan kita meminjau apa yang dianjurkan oleh aliran-aliran modern atau aliran-aliran kuno dalam pendidikan. Sedangkan tujuan umum itu bermuara dalam pandangan hiduap yang mendukung sebagai batu dasarnya.

4. Upaya-upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Masyarakat senantiasa mendambakan suatu lemabaga pendidikan yang berkualitas. Tantangan-tantangan pengembangan lembaga yang senakin kompleks membutuhkan jawaban komprehensif sesuai dengan kebutuhan.[42] Untuk dapat menjawab tantangan dan mampu merespon kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi diperlukan perombakan sistem yang mendasar dalam suatu lemabaga pendidikan, yaitu diperlukan suatu perencanaan terpadu dan menyeluruh untuk mengadaptasikan tujuan lembaga dengan kebutuhan masyarakat, serta diperlukan adanya keterbukaan wawasan dan keberanian dalam memecahkan totalitas masalah. Dan ini diperlukan keterpaduan dan kejelasan antara cita-cita dan operasi, pemberdayaan dan reorientasi sistem, inovasi dalam manajemen serta peningkatan sumber daya manusia.[43]

Pendidikan, dari segi kehidupan kultur umat manusia tidak lain adalah sebagai salah satu alat pembudayaan masyarakat manusia itu sendiri. Sebagai suatu alat pendidikan dapat difungsikan untuk mengarahkan perkembangan dan pertumbuhan hidup manusia. Sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosial kepada titik optimal kemampuan untuk memperoleh kesejahteraan hidup dunia maupun akhirat. Untuk itulah maka pendidikan harus benar-benar memiliki kualitas bagi manusia.

Adapun hal-hal yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan antara lain:

a. Peningkatan Profesionalisme Guru

Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam pendidikan agama, perlu ditingkatkan melalui cara-cara antara lain:

1) Mengikuti Penataran

Menurut para ahli:

“Penataran adalah semua usaha pendidikan dan pengalaman untuk meningkatkan keahlian guru dan pegawai guna menyelaraskan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidangnya masing-masing.”[44]

Sedangkan kegiatan penataran itu sendiri ditujukan untuk:

a) Mempertinggi mutu petugas dalam bidang profesinya masing-masing.

b) Meningkatkan efisiensi kerja menuju arah tercapainya hasil yang optimal

c) Perkembangan kegairahan kerja dan peningkatan kesejahteraan.[45]

2) Mengikuti Kursus-kursus Kependidikan

Hal ini untuk menambah wawasan terutama guru agama. Adapun kursus-kursus biasanya meliputi pendidikan bahasa (Arab dan Inggris), komputer dan lain sebagainya.

3) Memperbanyak Membaca

Menjadi guru yang profesional tidak hanya menguasai atau berpedoman hanya pada satu atau beberapa buku. Akan tetapi, sebagai guru pofesional harus banyak membaca berbagai macam buku untuk menambah bahan materi yang akan disampaikan.

4) Mengadakan Kunjungan ke Sekolah lain

Adalah hal yang sangat penting bagi seorang guru mengadakan kunjungan ke sekolah lain. Dalam hal ini bias dilakukan dengan melakukan studi banding, bertukar pikiran dan bertukar informasi sehingga akan menambah dan melengkapi pengetahuan yang dimilikinya.

b. Peningkatan Materi

Adapun usaha-usaha yang mungkin dilakukan adalah :

1) Menambah Jam Pelajaran

Alokasi waktu pelajaran Islam merupakan kendala. Sebab materi yang disampaikan sangat banyak berdasarkan rumusan kurikulum yang ada.

Penambahan jam ini dimaksudkan, pertama: agar materi yang disampaikan dapat terpenuhi, kedua: guru memiliki waktu yang cukup sehingga dapat menerangkan materi yang ada secara jelas dan gamblang.

2) Pengorganisasian Materi

Banyaknya materi yang akan disampaikan kepada peserta didik, maka diperlukan adanya pengorganisasian materi. Sehingga materi tersebut akan tersampaikan seluruhnya. Dengan pernyataan Dra. Roestiyah N.K, bahwa:

“Materi pendidikan tidak mungkin dapat asal saja, tetapi harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti oleh siswa dengan baik. Tujuan pengorganisasian pelajaran adalah agar guru lebih memperhatikan urutan (sequence) dari materi yang akan diberikan sesuai tujuan instruksional yang telah dituangkan.”[46]

3) Menyesuaikan tingkat materi pendidikan dengan kemampuan siswa serta waktu yang tersedia.

Hal ini dilakukan karena materi pendidikan bukan merupakan bahan jadi yang tinggal diberikan kepada siswanya, tetapi perlu pengolahan yang sedemikian rupa sehingga mempermudah siswa untuk menerimanya.

c. Peningkatan Pemakaian Metode

Pemakaian metode ini hendaknya bervariasi sesuai dengan materi yang akan disampaikan, sehingga siswa tidak akan pernah merasa bosan. Untuk itulah dalam menyampaikan metode, guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Selalu berorientasi pada tujuan.

2) Tidak hanya terikat pada satu alternatif saja.

3) Sering mengkombinasikan berbagai metode.

4) Sering berganti-ganti dari satu metode ke metode lainnya.[47]

d. Peningkatan Sarana

“Sarana adalah alat, metode dan teknik yang dipergunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.”[48]

Dalam upaya peningkatan sarana tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Mengerti secara mendalam tentang fungsi atau kegunaan media pendidikan.

2) Mengerti penggunaan media pendidikan secara tepat dalam interaksi belajar mengajar.

3) Pembuatan alat-alat media harus mudah dan sederhana.

4) Memilih media yang tepat sesuai dengan tujuan dan isi materi yang diajarkan.[49]

e. Membangkitkan Motivasi Belajar

Motivasi adalah sebagai pendorong bagi siswa dalam menumbuhkan dan menggerakkan bakat mereka secara integral dalam dunia belajar.

Dalam hal ini guru dapat menggunakan bermacam-macam motivasi agar murid-murid giat dalam belajar. Adapun motivasi yang dapat diberikan kepada siswa, antara lain :

1) Pemberian hadiah

2) Mengadakan persaingan atau kompetisi

3) Selalu mengadakan appersepsi dan evaluasi

4) Memberikan tugas sesuai dengan kemampuan

5) Pemberian pujian

6) Pemberian minat belajar

7) Pemberian hukuman

8) Adanya suasana belajar yang menyenangkan.[50]

C. Peran Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Kepala madrasah sebagai yang bertanggung jawab di madrasah mempunyai kewajiban menjalankan madrasahnya. Ia selalu berusaha agar segala sesuatu di madrasahnya dapat berjalan lancar. Dengan kata lain kepala madrasah harus berusaha agar semua potensi yang ada di madrasahnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dan agar tujuan madrasah dapat dicapai dengan sebaik-baiknya pula.

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.

Untuk kepentingan tersebut, kepala sekolah harus mampu memobilisasi sumber daya sekolah, dalam kaitannya dengan perencanaan dan evaluasi program sekolah, pengembangan kurikulum, pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat dan penciptaan iklim sekolah.[51]

Dengan demikian dapat dipahami bahwa peran kepala sekolah sebagai leader, harus memiliki beberapa kemampuan yang meliputi kemampuan baik dari segi kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi.

Adapun menurut Wijono, tugas seorang kepala sekolah secara garis besar dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu administrasi material, administrasi personel dan administrasi kurikulum.[52] Administrasi material adalah administrasi yang menyacup bidang-bidang material sekolah seperti ketatausahaan sekolah, keuangan, pergedungan, perlengkapan, dan lain-lain. Administrasi personel adalah administrasi yang mencakup administrasi keguruan, kemuridan, dan pegawai sekolah lainnya. Administrasi kurikulum adalah administrasi yang mencakup penyusunan kurikulum, pembinaan kurikulum dan pelaksanaan kurikulum. Kepemimpinan dan administratif pendidikan yang berhasil bagi kepala sekolah adalah diarahkan pada pengembangan aktifitas pengajaran dan belajar siswa.

Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut tak lepas dari peran kepala madrasah sebagai pengelola dalam lembaga pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan peran kepala madrasah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sini adalah usaha-usaha yang dilakukan kepala madrasah untuk mencapai kemajuan dan kesempurnaan pendidikan yang dipercayakan kepadanya.

Berikut ini penulis akan uraikan tentang peran kepala madrasah dalam meningkatkan kualitas pendidikan, yang meliputi[53]:

1. Kepala madrasah sebagai administrator

2. Kepala madrasah sebagai supervisor.

Dua macam hal tersebut di atas sudah cukup jelas menggambarkan tugas dan tanggung jawab seorang kepala madrasah dan cukup jelas mengarahkan pada kegiatan-kegiatan yang harus dilaksakan sebagai kepala madrasah.

1. Kepala Madrasah sebagai Administrator

Kepala madrasah sebagai administrator pendidikan bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di madrasahnya. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, kepala madrasah hendaknya memahami, menguasai dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan fungsinya sebagai administrator pendidikan.

Adapun dalam setiap kegiatan administrasi ini, di dalamnya mengandung fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasi-an, pengawasan, kepegawaiaan dan pembiayaan. Oleh karena itu, kepala madrasah sebagai administrator hendaknya mampu mengaplikasikan fungsi-fungsi tersebut ke dalam pengelolaan madrasah yang dipimpinnya.[54]

Sehubungan dengan hal di atas, maka tugas kepala madrasah dalam bidang administrasi ini dapat digolongkan menjadi 6 bidang manajemen yang meliputi[55]:

a. Pengelolaan pengajaran

b. Pengelolaan kepegawaian

c. Pengelolaan kemuridan

d. Pengelolaan gedung dan halaman

e. Pengelolaan keuangan

f. Pengelolaan hubungan sekolah dan masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, perlu penulis uraikan enam bidang manajemen pendidikan tersebut di atas:

a. Pengelolaan Pengajaran

Pengelolaan pengajaran ini merupakan titik sentral dari kegiatan Pengelolaan yang lain. Pengelolaan ini merupakan dasar kegiatan dalam melaksanakan tugas pokok. Untuk itu, Pengelolaan pengajaran ini harus direncanakan dengan sebaik-baiknya. Adapun kegiatan ini meliputi kebutuhan tenaga guru sehubungan dengan kepindahan dan lain-lain.[56]

b. Pengelolaan Kepegawaian

Pengelolaan kepegawaian mencakup di dalamnya penerimaan dan penempatan guru dan atau pegawai sekolah, pembagian tugas pekerjaan guru dan pegawai sekolah, usaha kesejahteraan guru dan pegawai sekolah, mutasi dan atau promosi guru dan pegawai sekolah, dan sebagainya.[57]

c. Pengelolaan Kemuridan

Murid atau anak didik dalam pengertian pendidikan pada umumnya adalah tiap orang atau kelompok orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.[58]

Dalam bidang ini kegiatan yang nampak ialah masalah perencanaan dan penyelenggaraan penerimaan murid baru, pembagian murid atas tingkat-tingkat, kelas-kelas atau kelompok-kelompok (grouping), perpindahan, dan keluar masuknya murid-murid (mutasi), Penyelenggaraan pelayanan khusus (special servis) bagi murid-murid, mengatur penyelenggaraan dan aktivitas pelajaran, penyelenggaraan testing dan kegiatan evaluasi lainnya, mengatur “records” dan mempersiapkan laporan tentang kemajuan mereka, masalah disiplin murid-murid, masalah absensi dan sebagainya. [59]

d. Pengelolaan Gedung dan Halaman

Kegiatan ini melputi perbaikan dan rehabilitasi gedung sekolah, penambahan ruang kelas,perbaikan atau pembuatan pagar pekarangan sekolah, pembuatan lapangan olah raga, perbaikan atau pengadaan bangku dan sebagainya.[60]

e. Pengelolaan Keuangan

Kegiatan ini berhubungan dengan usaha-usaha penyediaan, penyelenggaraan pengaturan dan ketatausahaan keuangan bagi pembiayaan fasilitas materiil dan tenaga-tenaga personil sekolah serta aktivitas-aktivitas pengajaran dan kegiatan-kegiatan sekolah lainnya.[61]

f. Pengelolaan Hubungan Sekolah dan Masyarakat

Untuk menciptakan kerjasama antara sekolah-rumah-masyarakat dan lembaga-lembaga sosial lainnya dalam usaha-usaha penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, maka diperlukan adanya pelaksanaan program “public relation” sekolah yang baik. Yang mana program tersebut dapat dilakukan dengan usaha-usaha pemberian penerangan-penerangan, informasi-informasi tentang kehidupan dan kemajuan pendidikan dan pengajaran disekolah yang luas, intensif, kontineu dan efektif.[62]

Hubungan antara sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya adalah suatu sarana yang cukup mempunyai peranan untuk menentukan usaha pembinaan, pertumbuhan dan perkembangan murid-murid di sekolah.[63]

Berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara maju, partisipasi warga masyarakat sudah besar, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam melakukan kontrol. Mengapa mereka bertindak seperti itu? Sebab mereka yakin sekali bahwa pendidikan adalah modal utama bagi peningkatan kehidupan keluarga, masyarakat dan bangsa mereka.[64]

Perlu kita ketahui juga bahwa kecenderungan yang terjadi di negara maju sekarang ini adalah kriteria sekolah yang baik ialah sekolah yang memiliki hubungan baik dengan orang tua siswa, tidak terbatas pada hubungan penyandang dana saja akan tetapi kebersamaannya terhadap keberhasilan pendidikan anaknya. Kecenderungan ini dapat dikatakan sebagai tanda-tanda bahwa sekolah sebagai institusi pendidikan semakin tidak terisolasi dari masyarakat.

2. Kepala Madrasah sebagai Supervisor

Kepala Madrasah sebagai orang yang bertanggungjawab di madrasah mempunyai kewajiban untuk menjalankan madrasahnya, terutama membantu perkembangan anggota-anggota stafnya dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di madrasahnya.

Untuk mengetahui tanggungjawab tersebut, sebelumnya perlu diketahui lebih dahulu pengertian supervisi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh M. Daryanto Supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi atau syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan.[65]

Melihat definisi di atas, dapat dikatakan bahwasanya kepala madrasah sebagai supervisor harus dapat meneliti, mencari dan menentukan syarat-syarat mana yang telah ada dan mencukupi mana yang belum ada atau kurang mencukupi yang perlu diusahakan dan dipenuhi. Disamping itu, kepala madrasah juga harus berusaha agar semua potensi yang ada di madrasahnya, baik potensi yang ada pada unsur manusia maupun yang ada pada alat, perlengkapan, keuangan dan sebagainya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.[66]

Adapun rumusan-rumusan tentang tugas-tugas kepala madrasah sebagai supervisor, sebagaimana yang di kemukakan oleh M. Rifai adalah sebagai berikut :

a. Membantu stafnya menyusun program

b. Membantu stafnya mempertinggi kecakapan dan keterampilan mengajar

c. Mengadakan evaluasi secara kontinyu tentang kesanggupan stafnya dan tentang kemajuan program pendidikan pada umumnya.[67]

Berikut penulis jelaskan satu persatu masing-masing hal tersebut di atas:

a. Membantu stafnya menyusun program

Dalam hal ini, kepala madrasah membantu para guru dalam memilih program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan muridnya, membantu mengembangkan kesanggupan mengobservasi untuk memperoleh data dari murid, membantu para guru untuk menyadari bahwa murid belajar disebabkan adanya kebutuhan dan pelajaran yang diberikan kepadanya tidak akan diterima dengan baik jika tidak sesuai dengan kebutuhan itu. Selain itu juga, kepala madrasah bisa membantu para guru untuk mengembangkan kecakapannya untuk bisa mengetahui kebutuhan murid-muridnya tersebut.

b. Membantu stafnya mempertinggi kecakapan dan keterampilan mengajar

Dalam usaha untuk mempertinggi kecakapan dan ketrampilan mengajarkan para stafnya, hal inibisa dilakukan dengan cara mengadakan kunjungan-kunjungan kelas secara teratur dan berencana, menyarankan kepada para guru untuk menggunakan metode dan alat pelajaran yang lebih progresif dan produktif, atau bisa juga dengan mencarikan bantuan ahli (konsultan atau nara sumber) untuk hal-hal yang sekiranya kurang dikuasai para gurunya.

c. Mengadakan evaluasi secara kontinyu tentang kesanggupan stafnya dan tentang kemajuan program pendidikan pada umumnya

Hal ini bisa dilakukan kepala madrasah dengan mengadakan evaluasi data mengenai kunjungan kelas, menyusun rencana evaluasi untuk tiap masa tahun ajaran, mengadakan pertemuan dengan stafnya baik secara perorangan atau dengan seluruh staf untuk membicarakan bersama hasil-hasil pengumpulan data secara evaluatif, atau bisa juga dengan membantu para anggota stafnya untuk mengadakan “self-evaluation” yaitu usaha mengevaluasi diri sendiri.

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa kualitas pendidikan di madrasah itu terletak pada kualitas yang dimiliki oleh seorang kepala madrasah dalam membawa staf-stafnya dalam mengkoordinir dan bertanggung jawab secara penuh terhadap tugas-tugas yang telah ditetapkan. Peran kepala madrasah, baik itu sebagai administrator ataupun supervisor akan selalu menjadi ukuran terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan di madrasah yang dipimpinnya.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari seluruh pembahasan sebelumnya dan hasil analisis data yang disajikan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hakekat kepemimpinan kepala madrasah di lembaga pendidikan Islam

Kepemimpinan adalah proses kegiatan seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan, dan menggerakkan individu-individu supaya timbul kerjasama secara teratur dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Kepemimpinan pendidikan atau kepemimpinan kepala madrasah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe kepemimpinan yaitu: Tipe Otoriter/Otokrasi, Tipe Laissez faire, Tipe Demokratis, dan Tipe Pseudo Demokratis.

2. Upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan

Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan antara lain: peningkatan profesionalisme guru, peningkatan materi, peningkatan pemakaian metode, peningkatan sarana, dan membangkitkan motivasi belajar.

3. Peran kepala madrasah dalam meningkatkan kualitas pendidikan

Peran kepala madrasah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sini adalah usaha-usaha yang perlu dilakukan kepala madrasah untuk mencapai kemajuan dan kesempurnaan pendidikan yang dipercayakan kepadanya. Kepala madrasah yang berperan sebagai administrator dan supervisor bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran serta berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di di madrasahnya. Oleh karena itu, kepala madrasah perlu untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi manajerialnya yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan, kepegawaiaan dan pembiayaan.

Kualitas pendidikan di madrasah itu terletak pada kualitas yang dimiliki oleh seorang kepala madrasah dalam memotivasi dan mendorong staf-stafnya untuk bertanggung jawab secara penuh terhadap tugas-tugas yang telah ditetapkan. Peran kepala madrasah, baik itu sebagai administrator ataupun supervisor akan selalu menjadi ukuran terhadap upaya peningkatan kualitas pendidikan di madrasah yang dipimpinnya.

B. Saran-Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut:

  1. Bagi Kepala Madrasah

a) Perlu meningkatkan dan mengembangkan tipe kepemimpinan yang ada, terutama dalam membina hubungan dan kerja sama dengan guru-guru dan staf madrasah lainnya.

b) Perlu memberikan kebijakan terhadap pemenuhan kebutuhan belajar siswa baik dalam hal sarana dan prasarana maupun keprofesionalan tenaga pengajar serta meningkatkan hubungan yang harmonis dengan bawahan dan orang tua siswa dalam rangka menigkatkan kualitas pendidikan di madrasah yang dipimpinnya.

  1. Bagi Guru

Diharapkan mampu membimbing dan mengantisipasi belajar siswa dan menerapkan metode pengajaran secara bervariasi sesuai dengan materi yang disampaikan, selalu membantu siswa dalam belajar dan mengatasi kesulitannya serta menjalin kerja sama yang baik dengan guru-guru yang lain guna meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, et.al. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Al Maragi, Ahmad Mustofa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maragi 4. Semarang: Toha Putra.

Barnadib, Sutari Imam. 1986. Pengantar Ilmu Pendidikan Ssistematis. Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.

Burhanuddin. 1994. Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Daryanto, H.M. 2001. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemah. Semarang. Semarang: Toha Putra.

Dirawat, et.al. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Djumhur, I., et.al. 1975. Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu.

Fajar, A. Malik. 1998. Visi Pembaharuan Pendidikan Islam. Jakarta: LP3NI.

Ghozali, et.al. 1977. Administrasi Sekolah. Jakarta: Cahaya Budi.

Idris, Zahara, et.al. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Indar, Djumberansjah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Malang: IAIN Sunan Ampel Press.

________. 1994. Filsafat Pendidikan. Surabaya: Karya Abditama.

Kartono, Kartini. 1992. Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis. Bandung: Mandar Maju.

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 118 Tahun 1996.

Lazaruth, S. 1984. Kepala Sekolah Dan Tanggung Jawabnya, Jakarta: Yayasan Kanisius.

Mas’ud, Abdurrahman et.al., 2001. Paradigma Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, E. 2003. Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

__________. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik dan Implementasinya, Banung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Nawawi, Hadari. 1988. Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV Haji Masagung.

NK, Roestiyah. 1982. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: PT. Bina Aksara

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990.

Pidarta, Made. 1988. Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT.Bina Aksara.

Purwanto, M. Ngalim. 1993. Administrasi Dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

_________________. 1988. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Karya.

_________________, et.al., 1991. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Rifa’i, M. Moh. 1986. Administrasi Pendidikan. Bandung: Jenmars.

Rohani, Ahmad, et.al. 1991. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Siagian, Sondang P. 1989. Filsafat Administrasi. Jakarta: CV Haji Masagung.

Siregar, Evendy M. 1989. Bagaimana Menjadi Pemimpin Yang Berhasil. Jakarta: PD. Mari Belajar.

Suprayogo, Imam. 2004. Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an. Malang: Aditya Media Bekerjasama dengan UIN Malang Press.

______________. 1999. Reformulasi Visi dan Misi Pendidikan Islam. Malang: STAIN Press.

Sutopo, Hendyat, et.al. 1982. Kepemimpinan dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

_________. 1984. Kepemimpinan Dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

_________. 1982. Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Team Didaktik Metodik IKIP Surabaya. 1989. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM. Jakarta: CV Rajawali.

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Wijono, 1989. Administrasi Dan Supervisi Pendidikan, Jakarta: Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan.

Zuhairini, et.al. 1983. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Solo: Ramadhani.


BIODATA SINGKAT PENULIS

Name : Muhammad Asrori Ardiansyah

Place/Date of Birth : Nganjuk, April 19th , 1980

Address : Padapalang Jogomerto Tanjunganom Nganjuk East Java

Email : m.asrori@telkom.net

Weblog : http://asrori-nganjuk.blogspot.com

Ethnic/Nationality : Javanese/Indonesian

Occupation : Student of the State Islamic University of Malang

Educational Background

1. Islamic Training Teachers College (ITC) Babussalam of Kebonsari Madiun

2. ITC Darussalam Gontor Ponorogo

3. Miftahul ‘Ula Islamic College of Kertosono Nganjuk

4. The State Islamic University of Malang



[1]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, 184-185.

[2]Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an, Aditya Media Bekerjasama dengan UIN Malang Press, Malang, 2004, 212.

[3]Evendy M. Siregar. Bagaimana Menjadi Pemimpin Yang Berhasil, PD. Mari Belajar, Jakarta 1989, 152.

[4]Dirawat et.al, Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1986, 33.

[5]Hendyat Soetopo et.al., Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1982, 271.

[6]Depag RI., Al-Quran & Terjemah, Toha Putra, Semarang, 479.

[7]Djumransjah Indar, Ilmu Pendidikan Islam, IAIN Sunan Ampel, Malang, 1992, 23-24.

[8]Kartini Kartono, Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis, Mandar Maju, Bandung, 1992, 22.

[9]Dirawat, et.al., Pengantar Kepemimpinan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983, 23.

[10]Hadari Nawawi, Administrasi Pandidikan, CV Haji Masagung, Jakarta,1998, 81

[11]Burhanuddin, Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 1994, 63

[12]Imam Suprayogo, Reformulasi Visi dan Misi Pendidikan Islam, STAIN Press, Malang, 1999, 160.

[13]Ibid, 64

[14]Hendyat Soetopo, et.al., Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, Bina Aksara, Jakarta, 1984, 4.

[15]E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, 24.

[16]Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990.

[17]Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 118 Tahun 1996

[18]Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 83.

[19]A. Ghozali, et.al., Administrasi Sekolah, Cahaya Budi, Jakarta, 1977, 37.

[20]Nawawi, Op.Cit, 84-90.

[21]Burhanuddin, Op.Cit, 78-80

[22]M. Ngalim Purwanto, et.al., Administrasi Pendidikan, Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1991, 46.

[23]Hendyat Soetopo, et.al., Op. Cit., 284.

[24]M. Moh. Rifai, Administrasi Pendidikan, Jemmars, Bandung, 1986, 38.

[25]Ibid, 41

[26]Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Toha Putra, Semarang, 56

[27]Ahmad Mustofa Al Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maragi 4, Toha Putra, Semarang, 1993, 195-196

[28]M. Moh. Rifai, Op.Cit, 39

[29]Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, CV Haji Masagung, Jakarta, 1989, 41

[30]Hendyat Soetopo, et.al., Op. Cit, 16

[31]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, 59

[32]Ibid, 60.

[33]Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Qur’an, Aditya Media Bekerja Sama dengan UIN Malang Press, Malang, 2004, 211.

[34]Mulyasa, Op. Cit., 159.

[35] Departemen Agama R.I, Al-Quyr’an dan Terjemahannya, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1990, 93.

[36]Indar Djumberansyah, Filsafat Pendidikan, Abditama, Surabaya, 1994, 16.

[37]Zahara Idris, et.al., Pengantar Pendidikan, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1992, 2.

[38]Ibid, 19-20.

[39]Abu Ahmadi, et.al., Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, 190

[40]Zuhairini et.al., Metodologi Pendidikan Agama Islam, Ramadhani, Solo, 1983, 31.

[41]M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Remaja Karya, Bandung, 1988, 24-28.

[42]A. Malik Fajar, Visi Pembaharuan Pendidikan Islam, LP3NI, Jakarta, 1998, 37-45.

[43]Abdurrahman Mas’ud, et.al., Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2001, 110-120.

[44]I. Djumhur, et.al., Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, CV Ilmu, Bandung, 1975, 115.

[45]Ibid., 115.

[46]Roestiyah NK, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, Bina Aksara, Jakarta, 1982, 63.

[47]Tim Didaktik Metodik Kurikulum IKP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Rajawali, Jakarta, 1989, 39.

[48]Roestiyah Nk, Op. Cit, 67.

[49]Ibid., 69.

[50]S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, Jemmars, Bandung, 1986, 81.

[51]E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik dan Implementasinya, PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 2003, 182.

[52]Wijono, Administrasi Dan Supervisi Pendidikan, Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1989, 18.

[53]Dirawat, et.al., Op. Cit, 80.

[54]Purwanto, Op. Cit, 106.

[55]Dirawat, et.al., Op. Cit, 80.

[56]Purwanto, Op. Cit, 107.

[57]Ibid., 107.

[58]Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN "Sunan Ampel", Malang, 1986, 38.

[59]Dirawat et.al, Op. Cit, 81.

[60]Purwanto, Op. Cit, 107.

[61]Dirawat, et.al., Op. Cit, 82.

[62]Ibid., 83.

[63]S. Lazaruth, Kepala Sekolah Dan Tanggung Jawabnya,Yayasan Kanisius, Jakarta, 1984, 51.

[64]Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1988, 198.

[65]H.M Daryanto, Administrasi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 84.

[66]Ahmad Rohani, et.al., Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan di Sekolah, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, 74.

[67]M. Moh Rifai, Op.Cit, 161.

Artikel Terkait:

lintasberita

 
Bottom